قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تَوَرَّمَتْ
قَدَمَاهُ فَقِيلَ لَهُ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ
وَمَا تَأَخَّرَ ، قَالَ : أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا
إِنَّ أَتْقَاكُمْ وَأَعْلَمَكُمْ بِاللَّهِ أَنَا
“Sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa dan paling mengenal Allah.” (HR. Bukhari).
Semoga shalawat dan salam semoga tercurah kepada beliau.
Ibadallah,
Hakikat syukur adalah mengakui nikmat yang diberikan oleh pemberi
nikmat, pengakuan berupa ketundukan, merendahkan diri, dan mencintainya.
Barangsiapa yang tidak mengetahui kenikmatan adalah sebuah kenikmatan,
maka dia tidaklah dikatakan bersyukur. Dan orang yang mengetahui
kenikmatan tapi ia tidak mengetahui sang pemberi nikmat, ia juga tidak
dikatakan sebagai orang yang bersyukur. Demikian juga orang yang
mengetahui kenikmatan, lalu ia mengetahui pula sang pemberi nikmat,
namun ia membantahnya dengan melakukan kemungkaran, maka orang ini telah
mengkufuri nikmat tersebut. Sama halnya dengan orang yang mengetahui
kenikmatan dan yang memberikan nikmat, ia mengakui keduanya, tidak
membantahnya, akan tetapi tidak mencintai sang pemberi dan patuh
padanya, orang ini juga tidak bisa dikatakan sebagai orang yang
bersyukur. Orang yang bersyukur adalah mereka yang mengenal kenikmatan
dan yang memberinya, tunduk patuh, ridha, mencintainya, dan menggunakan
kenikmatan tersebut pada sesuatu yang dicintai serta untuk menaati sang
pemberi nikmat. Inilah orang yang bersyukur.
Dengan demikian syukur itu terdiri dari 5 prinsip: (1) Ketundukan
orang yang bersyukur kepada yang member, (2) mencintai sang pemberi, (3)
mengakui nikmatnya, (4) memuji sang pemberi atas nikmat tersebut, dan
(5) tidak menggunakan kenikmatan tersebut pada sesuatu yang dibenci oleh
yang memberi. Inilah lima komponen asas syukur. Apabila salah satu dari
lima hal ini hilang, maka rusaklah bangunan syukur tersebut.
Rasa syukur dan lima unsurnya ini terdapat di hati dan amalan anggota
badan. Hati yang tunduk dan tenang dalam mencintainya. Lisan yang
mengakuinya dengan mengucapkan pujian. Dan anggota badan merealisasikan
ketaatan kepadanya.
Ibnu Abi Dunya rahimahullah meriwayatkan dalam kitabnya asy-Syukru
bahwa ada seorang laki-laki yang berkata kepada Abu Hazim Salamah bin
Dinar, “Bagaimana bentuk syukur dari kedua mata wahai Abu Hazim”?
Salamah bin Dinar menjawab, “Apabila dengan keduanya engkau melihat yang
baik, engkau ceritakan kebaikan itu. Dan apabila dengan keduanya engkau
melihat yang jelek, maka engkau rahasiakan kejelakan tersebut.
Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana syukurnya kedua telinga”?
Dijawab, “Jika dengan keduanya engkau mendengarkan yang baik-baik, maka
engkau terima. Jika dengan keduanya engkau mendengar kejelekan
(maksiat), maka engkau tolak”.
Ia bertanya lagi, “Bagaimana syukurnya kedua tangan”? Salamah bin
Dinar menjawab, “Jangan engkau gunakan keduanya untuk sesuatu yang bukan
menjadi tujuan ia diberikan dan jangan engkau menolak hak Allah pada
keduanya”.
Ia bertanya lagi, “Bagaimana bersyukurnya perut”? Dijawab, “Engkau
jadikan bagian bawahnya makanan dan bagian atasnya ilmu”. Ia kembali
bertanya, “Bagaimana bersyukurnya kemaluan”? Salamah bin Dinar
menjawabnya dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ
أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6)
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
“dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya
mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik
itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS.
Al-Mukminun: 5-7).
Adapun orang yang bersyukur dengan lisannya namun tidak dengan
seluruh anggota badannya, ia bagaikan seorang yang memiliki kain. Ia
gunakan ujung kain itu, akan tetapi ia tidak memakainya. Kain itu tidak
bermanfaat baginya di saat panas maupun dingin, saat hujan dan bersalju.
Ibdallah,
Sesungguhnya bersyukur kepada Allah itu wajib bagi setiap muslim dan
mukmin. Dan hal ini menjadi sebab langgengnya kenikmatan. Sebaliknya
saat rasa syukur itu tidak ada, maka kenikmatan pun akan hilang.
Syukur adalah pengikat kenikmatan dan pemburunya tatkala ia masih
belum didapat. Mengkufurinya adalah sebab hilangnya kenikmatan itu.
Orang-orang shaleh menyebut syukur adalah penjaga karena ia menjaga
kenikmatan yang sudah ada. Mereka juga menamainya dengan pembawa karena
lantaran syukur kenikmatan yang belum datang pun akan terbawa.
Kenikmatan itu apabila disyukuri, maka ia akan tetap, dan apabila
dikufuri ia akan berlari.
Semoga Allah Jalla wa ‘Ala menganugerahkan saya dan Anda sekalian
sifat syukur dan melindungi kita dari tabiat kufur terhadap kenikmatan.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan permintaan.
أَقُوْلُ هَذَا القَوْلِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ
إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الفَضْلِ وَالجُوْدِ
وَالاِمْتِنَانِ , وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَلدَّاعِيَ إِلَى رِضْوِانِهِ ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ .
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى
Ibadallah,
Ketahuilah bahwa syukur memiliki tiga rukun yang penting. Seseorang
hamba tidak akan disebut sebagai orang yang bersyukur kecuali dengan
adanya ketiga hal ini:
Pertama: mengakui dengan hati atas kenikmatan yang Allah berikan. Dan
meyakini bahwa nikmat tersebut adalah wasilah untuk mendekatkan diri
kepada-Nya.
Kedua: mengucapkan dengan lisan. Orang yang mendapatkan kenikmatan ia
harus memuji Allah, bersyukur kepada-Nya dengan lisannya, dan tidak
boleh menisbatkan kenikmatan itu kepada selain Allah, sehingga tidak
termasuk seperti orang yang Allah firmankan,
يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا
“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya…” (QS. An-Nahl: 83).
Ketiga: menggunakan kenikmatan ini sebagai alat bantu dalam menaati
Allah dan menggapai ridha-Nya. Jika kenikmatan itu digunakan dalam
kemaksiatan, maka ia telah mengkufuri nikmat Allah kepadanya. Orang yang
kuat badannya, sehat, dan memiliki harta, lalu ia gunakan untuk
memaksiati Allah, ia telah mengkufuri nikmat Allah tersebut. Orang yang
melakukan demikian, maka ia layak untuk mendapatkan hukuman.
Semoga Allah menganugerahkan kita syukur akan kenikmatan dan menolong
kita untuk mengingat-Nya, mensyukuri-Nya, dan memperbagus ibadah kita
kepada-Nya.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ
اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56] ،
وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ
وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)), وَقَالَ عَلَيْهِ الصَلَاةُ
وَالسَلَامُ : ((رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ
عَلَيَّ)) ، وَلِهَذَا فَإِنَّ مِنَ البُخْلِ عَدَمُ الصَّلَاةِ
وَالسَلَامِ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ
عِنْدَ ذِكْرِهِ صلى الله عليه وسلم .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ،
وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ
وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ
الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ . اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا
وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةِ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وُلَايَتَنَا
فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ .
اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ
وَأَعِنْهُ عَلَى الْبِرِّ وَالتَقْوَى ، وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ
وَأَعْمَالِهِ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ . اَللَّهُمَّ وَفِّقْ
جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ
وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ محمد صلى الله عليه وسلم .
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ
زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا
ذُنُبَنَا كُلَّهُ ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، سِرَّهُ
وَعَلَنَهُ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا
وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ
اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا
أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
الخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ .
Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdurrazzab bin Abdul Muhsin al-Abbad