أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،
وَاعْلَمُوْا أَنَّ تَقْوَى اللهِ جَلَّ وَعَلَا هِيَ أَسَاسُ الفَلَاحِ
وَعُنْوَانُ السَعَادَةِ فِي الدُنْيَا وَالآخِرَةِ، وَتَقْوَى اللهَ جَلَّ
وَعَلَا أَنْ يَعْمَلَ العَبْدُ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ
يَرْجُوْ ثَوَابَ اللهِ، وَأَنْ يَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى نُوْرٍ
مِنَ اللهِ يَخَافُ عِقَابَ اللهِ.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ
اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا
بَصِيرًا﴿٥٨﴾يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي
شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Wahai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa:
58-59).
Ibadallah,
Menurut para ulama, ayat pertama berkaitan dengan kewajiban pemimpin,
yaitu harus menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan
apabila mengadili orang-orang yang dipimpin, harus mengadili dengan
adil. Sedangkan ayat kedua turun berkenaan dengan kewajiban orang-orang
yang dipimpin, yaitu mereka harus menaati perintah serta ketetapan
pemimpin, selama perintah atau ketetapan itu bukan kemaksiatan. Apabila
perintah atau ketetapan pemimpin adalah kemaksiatan, maka kemaksiatan
itu tidak boleh di taati. Jika mereka memperselisihkan sesuatu, maka
harus dikembalikan kepada Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun jika pemimpin tidak melaksanakan tugasnya dengan amanah dan
tidak adil, maka umat tetap mentaati perintah pemimpin yang tidak
berbentuk kemaksiatan. Sebab mentaati pemimpin termasuk ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya. Umat harus tetap menunaikan kewajiban mereka kepada
pemimpin sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Selanjutnya, pada kondisi tertentu, suatu bangsa akan mengalami
kendala-kendala internal. Kondisi ini secara umum menurut Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah terbagi menjadi 4 kondisi:
Pertama: Kondisi prima, yaitu pada saat benteng
keimanan umat (rakyat) serta ketahanan kekuasaan dalam keadaan kuat. Ini
merupaan kondisi ideal. Sebab semuanya akan berjalan sesuai dengan hak
dan kewajiban masing-masing.
Kedua: Saat benteng keimanan umat serta ketahanan
kekuasaan dalam keadaan lemah semuanya. Ini adalah kondisi paling parah
dan paling berbahaya bagi bangsa; bagi pemimpin dan bagi umat yang
dipimpin. Sebab jika hal itu terjadi maka kekacauan akan merajalela.
Rakyat tidak memiliki keimanan hingga berbuat tanpa kendali syariat,
sedangkan kekuasaan tidak memiliki kekuatan untuk mengendalikan tindakan
rakyat.
Katiga: Pada saat benteng keimanan rakyat lemah,
tetapi ketahanan kekuasaan dalam keadaan kuat. Ini merupakan kondisi
pertengahan. Sebab bila ketahanan kekuasaan kuat, maka hal itu secara
lahiriah akan lebih baik bagi umat. Jika kekuatan kekuasaan hilang pada
kondisi ini, maka umat akan terpuruk dalam instabilitas dan kejahatan.
Keempat: Ketika ketahanan keimanan rakyat kuat,
tetapi kekuatan kekuasaan dalam keadaan lemah, maka kondisi secara
lahiriah lebih rendah daripada kondisi ketiga. Tetapi dalam hubungan
antar seorang manusia dengan Allah, akan lebih baik dan lebih sempurna
daripada kondisi ketiga.
Dengan demikian jika kondisi prima, paling ideal dan paling sempurna
suatu bangsa tidak dapat dicapai secara utuh, maka tidak berarti
mengabaikan sisi-sisi tertentu, misalnya membangun keimanan umat kepada
Allah ‘Azza wa Jalla, supaya tindakan umat yang dipimpin dapat membantu terciptanya kondisi negeri yang lebih baik.
Artinya, jika kondisi suatu negeri tidak memiliki wibawa penuh karena
kekuasaan dikendalikan oleh orang-orang yang kurang memiliki ketaqwaan,
maka paling tidak harus tercipta kondisi masyarakat yang beriman. Dan
itu adalah tugas para da’i dan orang-orang ‘alim dalam ilmu-ilmu syar’i
untuk membawa masyarakat kembali pada ajaran Islam yang benar. Dengan
memahami ajaran Islam yang benar, mereka akan tetap berusaha menjaga
kewibawaan para pengendali dan penguasa negeri, serta mentaatinya dalam
hal-hal yang tidak menyimpang dari syariat. Masyarakat tidak berebut adu
suara keras melakukan kritik-kritik bebas, baik melalui media cetak,
media elektronik, situs-situs internet, unjuk rasa maupun mimbar-mimbar
yang sebenarnya justeru tidak banyak memecahkan masalah. Keimanan yang
benar kepada Allah akan mencegah masyarakat melakukan tindakan yang
kontra produktif.
Meskipun negeri tidak berada pada puncak Baldatun Thayyibatun wa
Rabbun Ghafur (negeri yang gemah ripah, adil, makmur dan selalu dalam
naungan ampunan Allah) tetapi paling tidak, tetap tidak keluar dari
lingkaran keamanan dan kesejahteraan, karena warganya adalah warga yang
beriman, mengerti hak-hak serta kewajibannya dan tidak pernah menuntut
apa yang bukan haknya. Tidak menjadi negeri yang penduduknya suka main
hakim sendiri, tanpa sopan santun, tanpa syukur ni’mat yang justeru
menyebabkan negeri menjadi makin kacau.
فَنَسْأَلُ اللهَ الكَرِيْمَ بِأَسْمَائِهِ الحُسْنَى وَصِفَاتِهِ العُلْىَ
أَنْ يَحْفَظَ نِسَاءَنَا وَنِسَاءَ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ شَرٍّ
وَبَلَاءٍ وَأَنْ يَجْنِبْهُنَّ الفِتَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ،
وَأَنْ يَرُدَّ كَيْدَ مَنْ أَرَادَ بِهِنَّ شَرّاً فِي نَحْرِهِ إِنَّهُ
سَمِيْعُ الدُّعَاءِ وَهُوَ أَهْلُ الرَّجَاءِ وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ
الوَكِيْلِ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ
وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ
تَسْلِيْماً كَثِيْرًا .
أَمَّا بَعْدُ:
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى، فَإِنَّ
تَقْوَى الله جَلَّ وَعَلَا هِيَ خَيْرُ زَادِ يُبَلِّغُ إِلَى رِضْوَانِ
اللهِ، وَهِيَ وَصِيَّةُ اللهِ لِلْأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ مِنْ
خَلْقِهِ، وَهِيَ وَصِيَةُ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِأُمَّتِهِ، وَهِيَ وَصِيَة ُالسَّلَفِ الصَالِحِ فِيْمَا بَيْنَهُمْ،
وَنَسْأَلُ اللهَ جَلَّ وَعَلَا أَنْ يَجْعَلَنَا جَمِيْعًا مِنْ أَهْلِ
التَّقْوَى وَأَنْ يُوَفِقَنَا لِتَحْقِيْقِهَا .
Ibadallah,
Negara –dalam hal ini pemimpin- memang berkewajiban menjamin
pendidikan, agama, pekerjaan, dan hak-hak lainnya dari para rakyat.
Namun jangan lupa rakyat pun memiliki kewajiban terhadap pemimpinnya.
Kaidah umum yang sudah disepakati bersama adalah kewajiban lebih
didahulukan daripada menuntut hak.
Cobalah kita renungkan, sudahkan kita melakukan kewajiban terhadap
pemimpin-pemimpin kita sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Mereka berhak diberikan loyalitas. Bahkan salah satu rahasia kesuksesan
dan jayanya negeri-negeri Islam di zaman dahulu adalah rakyatnya
mendoakan kebaikan kepada pemimpin mereka. Rakyatnya memohonkan kepada
Allah agar pemimpinnya diberikan petunjuk dan bimbingan dalam kebenaran.
Namun di zaman sekarang, pemimpin-pemimpin malah dicela di
mimbar-mimbar. Nas’alullah at-taufiq..
Ibadallah,
Di antara kita ada yang cinta buta kepada pemimpin sehingga mereka
melihat kesalahan pada pemimpin adalah sebuah kebenaran pula. Dan yang
lain ada yang yang begitu benci kepada pemimpin sehingga segala yang
dilakukan pemimpin semua salah di matanya. Lalu mereka menyebarkan
aibnya di mana-mana.
Kaum muslimin, renungkanlah. Pemimpin kita tidak butuh pembenaran
atas semua yang ia lakukan. Karena mereka butuh nasihat dengan cara yang
hikmah. Mereka juga tidka butuh celaan yang brutal. Karena mereka butuh
doa. Kita saja, para kepala keluarga, butuh doa dari istri dan anak
kita agar bisa memimpin bahtera rumah tangga dengan baik. Agar bisa
bermuamalah dengan istri dan anak dengan cara yang penuh kasih. Agar
bisa memenuhi kebutuhan mereka semua. Itu sekala kecil, rumah tangga.
Tentu mengurus negara butuh doa yang lebih besar dan lebih banyak dari
rakyatnya.
Oleh karena itulah kaum muslimin, kita perlua pula memperbaiki diri
kita agar masyarakat semakin baik. Jika masyarakat baik, maka negara pun
akan menjadi baik, stabil, dan maju. Kemudian kita juga harus mendoakan
pemimpin-pemimpin kita. Jika mereka mendapat petunjuk, yang menikmati
kepemimpinannya juga kita sebagai rakyat.
وَصَلُّوْا – رَحِمَكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا
أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ
وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ احْمِ
حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
للَّهُمَّ وَآمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ
أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ
عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ
زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا
وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ
وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ .
Oleh tim KhotbahJumat.com