اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ
وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ
Kdelapan: Suami mau bermusyawarah dengan isteri dalam setiap
permasalahan, terlebih lagi dalam perkara-perkara yang berhubungan
dengan mereka berdua dan anak-anak, sebagaimana apa yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
selalu bermusyawarah dengan para isterinya dan mau mengambil pendapat
mereka. Seperti halnya pada saat Sulhul Hudaibiyah (perjanjian damai
Hudaibiyyah), setelah beliau selesai menulis perjanjian, beliau bersabda
kepada para Sahabat:
قُوْمُوْا فَانْحَرُوْا، ثُمَّ احْلِقُوْ.
“Segeralah kalian berkurban, kemudian cukurlah rambut-rambut kalian.”
Akan tetapi tidak ada seorang Sahabat pun yang melakukan perintah
Rasululah Shaallallahu ‘alaihi wa sallam sampai beliau mengulangi
perintah tersebut tiga kali. Ketika beliau melihat tidak ada seorang
Sahabat pun yang melakukan perintah tersebut, beliau masuk menemui Ummu
Salamah Radhiyallahu anha kemudian menceritakan apa yang telah terjadi.
Ummu Salamah kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin
mereka melakukan perintahmu? Keluarlah dan jangan berkata apa-apa dengan
seorang pun sampai engkau menyembelih binatang kurbanmu dan memanggil
tukang cukur untuk mencukur rambutmu.” Maka beliau keluar dan tidak
mengajak bicara seorang pun sampai beliau melakukan apa yang dikatakan
oleh isterinya. Maka tatkala para Sahabat melihat apa yang dilakukan
oleh Rasulullah, mereka bergegas untuk menyembelih hewan-hewan kurban,
mereka saling mencukur rambut satu sama lain, sampai-sampai hampir saja
sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lainnya.
Demikianlah, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kebaikan yang banyak bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melalui pendapat isterinya yang bernama Ummu Salamah. Sangat berbeda
dengan contoh-contoh kezhaliman yang dilakukan oleh sebagian orang,
serta slogan-slogan yang melarang keras bermusyawarah dengan isteri.
Seperti perkataan sebagian dari mereka bahwa, “Pendapat wanita jika
benar, maka akan membawa kerusakan satu tahun dan jika tidak, maka akan
membawa kesialan seumur hidup.”
Kesembilan: Suami harus segera pulang ke rumah isteri setelah shalat
‘Isya’. Janganlah ia begadang di luar rumah sampai larut malam. Karena
hal itu akan membuat hati isteri menjadi gelisah. Apabila hal tersebut
berlangsung lama dan sering berulang-ulang, maka akan terlintas dalam
benak isteri rasa waswas dan keraguan. Bahkan di antara hak isteri atas
suami adalah untuk tidak begadang malam di dalam rumah namun jauh dari
isteri walaupun untuk melakukan shalat sebelum dia menunaikan hak
isterinya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari apa yang telah dilakukan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma karena lamanya bergadang (beribadah) malam dan menjauhi isterinya, kemudian beliau bersabda:
إِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا.
“Sesungguhnya isterimu mempunyai hak yang wajib engkau tunaikan.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Kesepuluh: Suami harus dapat berlaku adil terhadap para isterinya
jika ia mempunyai lebih dari satu isteri. Yaitu berbuat adil dalam hal
makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan dalam hal tidur seranjang. Ia
tidak boleh sewenang-wenang atau berbuat zhalim karena sesungguhnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang yang demikian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى أَحَدِهِمَا دُوْنَ اْلأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ.
“Barangsiapa yang memiliki dua isteri, kemudian ia lebih condong
kepada salah satu di antara keduanya, maka ia akan datang pada hari
Kiamat dalam keadaan miring sebelah.”(HR. Ibnu Majah, at-Tirmidzi, dan
selainnya).
Demikianlah sejumlah hak para isteri yang harus ditunaikan oleh para
suami. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah dalam usaha memenuhi
hak-hak isteri tersebut. Sesungguhnya dalam memenuhi hak-hak isteri
adalah salah satu di antara sebab kebahagian dalam kehidupan berumah
tangga dan termasuk salah satu sebab ketenangan dan keselamatan keluarga
serta sebab menjauhnya segala permasalahan yang dapat mengusik dan
menghilangkan rasa aman, tenteram, damai, serta rasa cinta dan kasih
sayang.
Kami juga memperingatkan kepada para isteri agar mau melupakan
kekurangan suami dalam hal memenuhi hak-hak mereka. Kemudian hendaklah
ia menutupi kekurangan suami tersebut dengan bersungguh-sungguh dalam
mengabdikan diri untuk suami, karena dengan demikian kehidupan rumah
tangga yang harmonis akan dapat kekal dan abadi.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ
اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال
صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ
وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ
الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا
وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا
فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي
رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ.
اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ
سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ
زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ
بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ،
وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي
أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا
وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا
كُنَّا.
اَللَّهُمَّ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ وَلَا تَكِلْنَا إِلَى
أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنثوْبَنَا
وَاجْعَلْ عَمَلَنَا فِي رِضَاكَ، وَوَفِّقْنَا لِطَاعَتِكَ يَا ذَا
الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وإنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ،
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ .
(Didaptasi dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz,
Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia
Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir)