الْحَمْدُ لَكَ حَتَّى تَرْضَى
“Segala puji bagi-Mu hingga Engkau ridha.”
Maka kehidupan dibawah naungan tujuan ini, dan mendidik jiwa di atas
tujuan ini, akan mengumpulkan kebaikan agama dan dunia, mengasas
pertumbuhan yang terarah maju, keberhasilan yang berkesinambungan dalam
seluruh perencanaan dan kegiatan kita, yaitu tatkala kita menjadikan
misi kita yang tertinggi adalah meraih keridhaan Allah.
Tentu tidak sama antara orang yang mencari keridhaan Allah dengan
orang yang kembali membawa kemurkaan Allah dalam menyelusuri jalan
kehidupan dan perkembangannya, dalam harta, dan dalam kesudahan.
Barangsiapa yang mencari keridhaan Allah, maka ia akan mengikuti
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, menempuh jalan orang-orang yang
shalih, serta beramal dengan amalan orang yang selalu merasa diawasi dan
dilihat oleh Rabnya. Maka ia akan semangat menuju ketaatan Allah, dan
ia akan mengarahkan dunianya kepada jalan Allah, dan ia akan memakmurkan
bumi dengan kebaikan dan keterampilan.
Allah berfirman:
أَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَ اللَّهِ كَمَنْ بَاءَ بِسَخَطٍ مِنَ اللَّهِ
“Apakah orang yang mengikuti keridhaan Allah sama dengan orang yang
kembali membawa kemurkaan (yang besar) dari Allah.” (QS. Ali Imran:
162).
Ini merupakan peraturan yang mulia, tidak sama antara orang yang
mengikuti keridhaan Allah dengan orang yang kembali membawa kemarahan
Allah. Barangsiapa yang memilih keburukan sebagai jalannya maka ia
menyelisihi perintah Allah, melanggar larangan-Nya, bumi pun tertimpa
kemudharatan karena buruknya dan hukuman maksiat yang ia lakukan, dan ia
kembali dengan kemurkaan Allah.
Kaum mukminin berusaha meraih keridhaan Allah dengan megikhlaskan
amal hanya untuk Allah, yang hal ini akan mengangkat nilai amalan, dan
memperindah kesempatan produktivitas, serta memperkuat kualitas produk.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا لأحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَى (١٩)إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الأعْلَى (٢٠)وَلَسَوْفَ يَرْضَى (٢١)
“Padahal tidak ada seseorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya
yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena
mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi. Dan kelak Dia benar-benar
mendapat kepuasan.” (QS. Al-Lail: 19-21).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ فَارَقَ الدُّنْيَا عَلَى الإِخْلاَصِ للهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ فَارَقَهَا وَاللهُ عَنْهُ
رَاضٍ
“Barangsiapa yang meninggalkan dunia di atas keikhlasan hanya untuk
Allah semata tidak ada sekutu bagiNya, dan menegakkan sholat serta
menunaikan zakat, maka ia telah meninggalkan dunia dalam kondisi Allah
ridha kepadanya.” (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh al-Hakim dalam
al-Mustadrok)
Berusaha mencari keridhaan Allah merupakan indikasi As-Sidq
(jujur/tulus) terhadap Allah, dan inilah yang akan bermanfaat pada hari
kiamat.
قَالَ اللَّهُ هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ لَهُمْ
جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
(١١٩)
Allah berfirman: “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi
orang-orang yang benar/tulus ketulusan mereka. Bagi mereka surga yang
dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya; Allah ridha terhadapNya. Itulah keberuntungan yang
paling besar”. (QS. Al-Maidah: 119).
Orang-orang yang jujur/tulus meraih keistimewaan ini karena perbuatan
mereka membenarkan perkataan mereka. Maka, apakah nilai sebuah
keshalihan lahiriah agar dilihat oleh orang-orang sehingga memujinya,
akan namun tatkala ia bersendirian maka iapun menunjukkan kepada Allah
sikap penyelisihan.
Mendahulukan keridhaan Allah atas selainnya merupakan keselamatan dari kemunafikan.
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ وَاللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوهُ إِنْ كَانُوا مُؤْمِنِينَ
“Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari
keridhaanmu, Padahal Allah dan Rasul-Nya Itulah yang lebih patut mereka
cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mukmin.” (QS.
At-Taubah: 62).
Maka tidak akan diraih keridhaan hanya dengan menampakkan keimanan jika tidak disertai dengan pembenaran hati.
فَإِنَّ اللَّهَ لا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (٩٦)
“Sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu.” (QS. At-Taubah: 96).
Barangsiapa yang mencari keridhaan Allah maka hendaknya ia berlepas dari kemunafikan dan durhaka terhadap perintah Allah.
Al-Walaa (mencintai karena Allah) dan Al-Bara’ (membenci karena
Allah) merupakan landasan keridhaan Allah, yaitu seorang muslim
mencintai Allah dan mencintai siapa yang mencintai Allah dan mencintai
agama-Nya. Serta membenci siapa yang membenci Allah dan memerangi
agama-Nya, Ia loyal kepada kaum mukminin dan menolong mereka, tidak suka
dengan kaum munafik dan membenci mereka.
Allah berfirman :
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ
مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ
أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي
قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ
حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٢٢)
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak
atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. mereka Itulah orang-orang
yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas
terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah.
ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung.” (QS. Al-Mujadalah: 22).
Barangsiapa yang bersyukur kepada Allah dengan hati dan anggota tubuhnya maka ia meraih keridhaan Allah. Allah berfirman:
وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az-Zumar: 7).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
إنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنِ العَبْدِ أنْ يَأكُلَ الأَكْلَةَ ، فَيَحمَدَهُ
عَلَيْهَا ، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ ، فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allah sangat ridha kepada seorang hamba yang memakan
makanan lalu memuji Allah karena makanan tersebut, atau meminum suatu
minuman lalu memuji Allah karenanya.” (HR. Muslim).
Orang-orang yang selalu ruku dan sujud maka nampak cahaya di wajah
mereka dengan air wudu, berseri dengan cahaya sholat, mereka meraih
keridhaan Rab mereka. Allah berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى
الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ
فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ
السُّجُودِ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan
Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas
sujud.” (QS. Al-Fath: 29).
Barangsiapa yang meninggalkan syahwatnya karena Allah dan
mengedepankan keridhaan Rabnya di atas hawa nafsunya maka ia meraih
keridhaan Allah, dan terwujudkan apa yang ia cita-citakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَبُّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ : عَبْدِي تَرَكَ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ
وَشَرَابَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي، وَالصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Rab kalian ‘Azza wa Jalla berkata: “Hambaku meninggalkan
syahwatnya, makanannya, dan minumannya karena mencari keridhaan-Ku, dan
puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberi ganjarannya.” (HR. Ahmad
di Musnadnya dengan sanad yang shahih)
Adapun dzikir kepada Allah maka ia adalah amalan yang paling
mendatangkan keridhaan Allah. Dan sesungguhnya seorang yang berdzikir ia
mendapati keridhaan pada dirinya, ketenangan di dadanya, dan
kebahagiaan di hatinya. Renungkanlah firman Allah Ta’ala tatkala Allah berbicara kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ini juga ditujukan kepada kaum mukminin:
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ
الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ
وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى (١٣٠)
“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah
dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya
dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada
waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa ridha/senang.” (QS. Thaha:
130).
Perkataan yang baik memiliki kemuliaan pada kandungan maknanya,
keindahan yang dirasakan oleh telinga yang mendengarnya, serta pengaruh
yang mendalam di dalam jiwa. Dengan perkataan tersebut Allah akan
mengangkat derajatmu tanpa kau sadari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ الله تَعَالَى مَا يُلْقِي لَهَا بَالاً يَرْفَعُهُ اللهُ بِهَا دَرَجاتٍ
“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan satu perkataan
yang diridhai oleh Allah, yang tidak ia pedulikan perkataan tersebut,
maka Allah mengangkatnya beberapa derajat karena perkataan tersebut.”
(HR. Al-Bukhari).
Apakah seorang muslim lupa jalan terdekat untuk mencari keridhaan
Allah?, metode terkuat dan teragung serta termulia dan terindah?, yaitu
dengan meraih keridhaan kedua orang tua. Dan yang lebih mengena daripada
ini, bahwasanya keridhaan ibu dan ayah bergandengan dengan keridhaan
Rob. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ وَسَخَطُهُ فِي سَخَطِهِمَا
“Keridhaan Rab pada keridhaan kedua orang tua, dan kemarahan Rab pada kemarahan keduanya.” (HR. al-Bazzar).
Barangsiapa yang diridhai oleh Allah maka ia akan meraih kebahagiaan dan ketentraman.
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
“Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya.” (QS. Al-Bayyinah: 8).
Dan sejuk pandangannya dengan keridhaan Rabnya kepadanya, maka ia
tidak akan menempuh suatu jalan pun kecuali dimudahkan oleh Allah,
tidaklah ia mengetuk satu pintu kebaikanpun kecuali akan dibukakan oleh
Allah dan diberkahi oleh Allah.
Jika Allah telah ridha kepada seorang hamba maka Allah menerima
sedikit amalannya dan Allah akan mengembangkannya, serta Allah akan
memaafkan kesalahannya yang banyak dan menghapusnya. Barangsiapa yang
diridhai oleh Allah maka ia akan meraih syafaat pada hari kiamat. Allah
berfirman:
يَوْمَئِذٍ يَتَّبِعُونَ الدَّاعِيَ لا عِوَجَ لَهُ وَخَشَعَتِ الأصْوَاتُ
لِلرَّحْمَنِ فَلا تَسْمَعُ إِلا هَمْسًا (١٠٨)يَوْمَئِذٍ لا تَنْفَعُ
الشَّفَاعَةُ إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلا
(١٠٩)
“Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyerudengan
tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha
pemurah, Maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja. Pada hari itu
tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah
telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya.” (QS.
Thaha: 108-109).
Orang-orang yang meraih ridha Allah adalah orang-orang yang dimuliakan, yang bahagia di dunia, dan tenang di akhirat.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (٢٧)ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
“Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (QS. Al-Fajr: 27-28).
Mereka meraih kemuliaan kesudahan yang indah.
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (٢٩)
“Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku.” (QS. Al-Fajr: 29).
Dan jika tubuh mereka telah meninggalkan dunia maka merekapun diberi kabar gembira dengan kenikmatan yang kekal abadi.
وَادْخُلِي جَنَّتِي (٣٠)
“Masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 30).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعْنِي
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ
قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ،
فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى نِعْمَةِ الخَيْرِ وَالطَاعَاتِ، أَحْمَدُهُ –
سُبْحَانَهُ – وَأَشْكُرُهُ عَلَى المَكْرُمَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلَهُ البَرِّيَاتِ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ
وَرَسُوْلُهُ المُفَضِّلُ عَلَى العِبَادِ بِالرَّحْمَاتِ، صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَلْفَائِزِيْنَ بِالرِّضَا
وَالْجَنَّاتِ.
أَمَّا بَعْدُ:
فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ.
Ibadallah,
Kelirulah orang yang menyangka bahwa kekayaan dan kemiskinan memiliki
hubungan dengan keridhaan dan kemarahan Allah, karena Allah memberikan
harta kepada mukmin dan kafir. Allah berfirman:
كُلا نُمِدُّ هَؤُلاءِ وَهَؤُلاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا (٢٠)
“Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu
Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. dan kemurahan Tuhanmu tidak
dapat dihalangi.” (QS. Al-Isra': 20).
Sempitnya rezeki bukanlah indikasi akan kemarahan Allah, dan kekayaan
juga tidaklah berarti Allah ridha. Lihatlah Qorun telah diberikan harta
yang banyak serta perbendaharaan akan tetapi tidak menunjukkan bahwa
Allah ridha kepadanya, karena Allah membenamkannya dan rumahnya ke dalam
bumi.
فَأَمَّا الإنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ
فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (١٥)وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلاهُ فَقَدَرَ
عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (١٦)
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya
dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah
memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya
Maka Dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”.” (QS. Al-Fajr: 15-16).
Di antara pernyakit adalah ingin tampil dengan amal shalih dan
berharap keridhaan manusia. Dan yang lebih berbahaya dari ini adalah
mengharapkan keridhaan manusia dengan mendatangkan kemarahan Allah, dan
ikut-ikutan manusia dalam kesesatan mereka dan kefasikan mereka. Bisa
jadi ia melakukan perkara yang haram karena takut kepada manusia,
terkadang ia tetap duduk di majelis kemungkaran agar kerabatnya atau
sahabatnya tidak marah, atau ia meninggalkan suatu kewajiban karena
nggak enak dengan celaan mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ومن التمس رضى النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سَخَطَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عليه الناسَ
“Barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan kemarahan Allah
maka Allah akan marah kepadanya dan menjadikan manusia marah kepadanya.”
أَلَا وَصَلُّوْا –عِبَادَ اللهِ – عَلَى رَسُوْلِ الهُدَى: فَقَدْ
أَكْرَمَ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ، فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا
صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَرَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ
الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ
وَالمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ
أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهِ مِنْ
قَوْلٍ وَعَمَلٍ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهِ
مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ،
مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، وَنَعُوْذُبِكَ مِنَ الشَّرِّ
كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ، مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا،
وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا اَلَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ
لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِيْ هِيَ مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ
زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ
شَرٍّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فَوَاتِحَ الخَيْرِ وَخَوَاتِمَهُ
وَجَوَامِعَهُ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، وَنَسْأَلُكَ الدَّرَجَاتِ العُلَى
مِنَ الجَنَّةِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ النِعْمَتِكَ، وَتَحُوُّلِ
عَافِيَتِكَ، وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ، وَجَمِيْعَ سَخَطِكَ.
اَللَّهُمَّ أَعِنَّا وَلَا تُعِنْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا وَلَا تَنْصُرْ
عَلَيْنَا، وَامْكُرْ لَنَا وَلَا تُمْكِرْ عَلَيْنَا، وَاهْدِنَا
وَيَسِّرْ لَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا لَكَ ذَاكِرِيْنَ، لَكَ مُخْبِتِيْنَ، لَكَ أَوَّاهِيْنَ مُنِبِيْنَ.
اَللَّهُمَّ تَقَبَّل تَوْبَتَنَا، وَاغْسِلْ حَوْبَتَنَا، وَثَبِّتْ حُجَّتَنَا، وَاسْلُلْ سَخِيْمَةَ قُلُوْبِنَا.
اَللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا وَوَلِّيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ
وَتَرْضَى، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُ لِهُدَاكَ، وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي
رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، وَوَفِّقْ نَائِبِيْهِ لِكُلِّ خَيْرٍ
يَا أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أُمُوْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ
بِكِتَابِكَ وَتَحْكِيْمِ شَرْعِكَ يَا أَرْحَمُ الرَاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا
لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ. رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي
الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ
Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdul Bari bin Iwadh ats-Tsubaiti (Imam dan Khotib Masjid Nabawi).
Oleh Ustadz Firanda Andirja