Khutbah Pertama:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ خَلَقَ فَسَوَّى،
وَالَّذِيْ قَدَّرَ فَهَدَى، أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ، وَأَتُوْبُ
إِلَيْهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اَلْعَلِيُّ الأَعْلَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ
نَبِيَّنَا وَسَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المُصْطَفَى،
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ البَرَرَةِ الأَتْقِيَاءِ.
أَمَّا بَعْدُ:
فَاتَّقُوْا اللهَ كَمَا أَمَرَ، وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى عَنْهُ وَزَجَرَ.
Ibadallah,
Sesungguhnya Rab kita menghendaki pemakmuran alam ini baik secara
syar’i maupun qodari hingga waktu yang telah ditentukan. Dan pemakmuran
ini tidak mungkin terjadi kecuali dengan kerjasama, kesepakatan, dan
persatuan, serta membangun kehidupan di atas sunnah yang adil, bijak,
dan bermanfaat.
Manusia dijadikan berkuasa di atas muka bumi ini untuk mengadakan
perbaikan padanya dan memakmurkannya, serta beribadah kepada Allah di
atasnya. Dan kebahagiaan manusia terletak pada ketaatan kepada Allah,
dan kesengsaraan manusia terletak pada bermaksiat kepada Allah.
Allah berfirman:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
“Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut
kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang
yang mendapat kemenangan.” (QS. An-Nuur: 52).
Allah juga berfirman:
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka
sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS.
An-Nisaa: 14).
Allah juga berfirman:
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah
langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya.” (QS. Al-Mukminun:
71).
Di antara langkah-langkah awal dan tahapan awal seorang manusia
adalah bergandengnya ia dengan istri di atas sunnatullah dan Rasul-Nya.
Berlangsung di antara keduanya kerjasama dan saling menyayangi dan
keserasian, serta kemanfaatan dan kemaslahatan yang saling terikat, dan
terwujud di antara kedua pasangan kesenangan biologis yang terbina dan
mulia. Demikian juga usaha untuk mencapai tujuan-tujuan yang mulia,
hasil-hasil yang penuh berkah serta keturunan yang baik.
Pernikahan merupakan tempat asuhan generasi-generasi, madrasah
pertama bagi anak, serta pengarah para pemuda menuju kebaikan dan
perbaikan serta pemakmuran.
Ayah dan ibu memiliki pengaruh yang berkesinambungan terhadap
anak-anak mereka. Keduanya merupakan dua batu pertama bagi masyarakat
yang baik jika keduanya sholeh, merupakan tempat bernaung kelembutan,
kasih sayang, perhatian dan kebaikan bagi anak-anak yang tumbuh
berkembang.
Ayah dan ibu merupakan landasan tali silaturahmi dan kekerabatan yang
dengannya terwujdukanlah saling tolong-menolong, saling mengasihi,
saling menyambung silaturahmi, saling mencintai, perlindungan dari
kejadian-kejadian buruk yang sering terjadi.
Pernikahan termasuk sunnah yang telah berlaku yang manfaatnya tidak
terbatas serta keberkahannya tidak terhingga. Dan termasuk sunnah yang
terus berlaku dan kekal yang tidak terputus kebaikan-kebaikannya.
Pernikahan merupakan sunnahnya para nabi dan para rasul. Allah berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan
Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.” (QS.
Ar-Ra’du: 38).
Allah juga berfirman tentang sifat-sifat orang-orang yang beriman:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا
وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada
Kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami),
dan Jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS.
Al-Furqan: 74).
Allah telah memerintahkan untuk menikah, Allah berfirman:
وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ
وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki
dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya.” (QS. An-Nuur: 32).
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mampu
(al-baa’ah) maka menikahlah, karena sesungguhnya pernikahan lebih
menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang
tidak mampu maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa menjadi perisainya”
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dan makna al-baa’ah adalah kemampuan untuk membayar mahar dan nafkah
serta tempat tinggal, dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaknya ia
berpuasa jika ia berkeinginan untuk menikah, maka puasanya itu
berpahala dan melemahkan syahwatnya, hingga Allah memudahkannya untuk
menikah.
Dari Anas radhiallahu ‘anhu ia berkata:
“Sekelompok sahabat bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang amal Nabi yang dilakukan diam-diam. Lalu ada dari sekelompok
sahabat itu berkata, “Aku tidak menikahi para wanita”, ada yang berkata,
“Aku tidak akan makan daging”, ada juga yang berkata, “Aku tidak akan
tidur di atas dipan”. Maka perkataan mereka ini sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
maka beliapun memuji Allah dan menyanjungnya dan berkata, “Kenapa
sebagian orang ada yang berkata demikian dan demikian…, akan tetapi aku
sholat dan aku tidur, aku berpuasa dan aku berbuka, serta aku menikah
para wanita. Barangsiapa yang membenci sunnahku maka bukanlah dari
golonganku” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Islam telah mewajibkan menikah bagi orang yang berhasrat untuk menikah disertai memiliki kemampuan. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur, karena aku melombai para
nabi dengan (banyaknya) kalian pada hari kiamat.” (HR. Ahmad dan
dishahihkan oleh Ibnu Hibban dari hadits Anas radhiallahu ‘anhu).
Pada pernikahan ada kesucian dan penjagaan harga diri bagi kedua
pasutri, kebaikan bagi masyarakat, dan menjaga masyarakat dari
penyimpangan.
Allah berfirman:
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا
تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا
بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ
وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya,
Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan
bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan
cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik
bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 232).
Pernikahan merupakan keamanan bagi masyarakat dari tersebarnya
perzinaan dan praktek homoseksual. Tidaklah tersebar perzinaan di suatu
negeri kecuali Allah akan menghukumnya dengan kemiskinan dan kehinaan,
dan akan muncul penyakit dan wabah yang tidak pernah ada sebelum pada
para pendahulu mereka, disamping siksaan dan kehinaan bagi para pezina
di akhirat. Allah berfirman:
وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ
النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ
يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (٦٨)يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah
dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali
dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang
melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan)
dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat
dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina.” (QS.
Al-Furqan: 68-69).
Dan tidak seorang pun yang mempraktekkan homo seksual kecuali telah
rusak hatinya, terlah terbalik fitrahnya, buruk jiwanya, dan menyimpang
akhlaknya, serta ia akan dihukum di dunia dan di akhirat dengan hukuman
yang sangat berat. Dan sungguh kita telah tahu apa yang menimpa kaum
nabi Luth berupa siksaan yang tidak pernah menimpa umat manapun. Mereka
dilempar hujan batu dari tanah yang terbakar, dan Jibril ‘alaihissalam
mengangkat kota mereka ke atas lalu menjatuhkan kota mereka di atas
mereka, dan Allah menjadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah
(dibalikkan) dan Allah kirim hujan batu kepada mereka, di samping mereka
kekal di neraka.
Dan karena begitu parahnya kejahatan homo seksual Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ ثَلاَثاً
“Allah melaknat tiga kali kepada pelaku perbuatan kaum Luth.”
Maka pernikahan adalah pengaman dari perzinaan, homo seksual, dan
pembersih hati, dan pensuci jiwa, dan sebab adanya keturunan yang terus
bermunculan di atas muka bumi untuk menyembah Allah dan memakmurkan
bumi.
Dan disyariatkan untuk memilih istri yang sholehah yang beragama dan
berakhlak mulia serta tarbiyah yang baik, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena
kedudukannya, karena kecantikannya, dank arena agamanya, maka hendaklah
engkau memilih karena agamanya, jika tidak maka engkau merugi” (HR.
al-Bukhari dan Muslim).
Demikian pula wanita hendaknya memilih calon suami yang berakhlak dan beragama. Dalam hadits ada seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
seraya berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah yang aku nikahkan dengan
putriku?”, Nabi berkata, “Nikahkanlah dengan lelaki yang bertakwa, jika
ia mencintai putrimu maka ia akan memuliakannya, dan jika ia membenci
putrimu maka ia tidak akan mezaliminya”
Dan tidaklah seorang wanita dipaksa untuk menikah dengan pelamar yang
tidak ia terima, akan tetapi diperhatikan keridoan sang wanita. Karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((لَا تنْكح الأيم حَتَّى تستأمر، وَلَا تنْكح الْبكر حَتَّى تستأذن)) قَالُوا: كَيفَ إِذْنهَا؟ قَالَ ((أَن تسكت))
“Tidaklah dinikahkan janda hingga diminta perintah (keputusan)
darinya, dan tidaklah dinikahkan gadis hingga diminta izinnya”. Mereka
bertanya : “Bagaimana izinnya?”, Nabi berkata, “Sang gadis diam” (HR.
al-Bukhari dan Muslim).
Dan jika telah datang pelamar yang sepadan dan sang wanita siap untuk
menikah. maka janganlah wali sang wanita menunda pernikahannya karena
sang wanita adalah amanah yang dititipkan kepada sang wali, dan dia akan
dimintai pertanggungjawabannya pada hari kiamat. Dan janganlah ia
menolak sang pelamar dengan alasan sang wanita hendak melanjutkan
studinya. Maka perkaranya adalah sang wali membantu sang wanita dan
suaminya, dan membantunya untuk melanjutkan studinya jika mereka berdua
berkehendak. Dan tidak boleh bagi wali sang pelamar karena ingin memakan
dari gaji kerjaan sang wanita, maka jadilah sang wanita tersia-siakan
karena keserakahan tersebut dan sikap memanfaatkan sang wanita, sehingga
sang wanita terhalangi dari memperoleh keturunan. Ini merupakan bentuk
kejahatan kepada sang wanita, dan bisa jadi sang wanita mendoakan
keburukan atasnya, maka iapun tidak akan beruntung dan harta tidak akan
bermanfaat baginya di kuburannya.
Dan disyariatkan bagi pelamar dan yang dilamar untuk sholat
istikhoroh dan berdoa setelah sholat sesuai dengan hadits yang ada. Dan
disyariatkan untuk bersikap sedang dalam ukuran mahar yang bermanfaat
bagi istri dan tidak memberatkan calon suami karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
خَيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرُهُ
“Sebaik-baik mahar adalah yang termudah.” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim).
Dan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:
“Tatkala Ali menikahi Fathimah, maka Rasulullah berkata kepadanya,
“Berikan kepada Fathimah sesuatu”. Ali berkata, “Aku tidak memiliki
apa-apa”. Nabi berkata, “Mana baju perangmu al-Hatmiyah?” (HR. Abu Dawud
dan An-Nasaai).
Dan Ad-Dir’ (baju perang) nilainya sedikit tidak melebihi beberap
dirham. Sementara Fathimah adalah pemimpin para wanita dunia. Adapun
kisah-kisah dari para salaf tentang memudahkan dalam urusan mahar sangat
banyak dan panjang. Dan jika telah terjalin pernikahan maka sungguh
Allah telah memberikan kebaikan yang banyak bagi kedua pasutri. Dalam
hadits:
مَنْ تَزَوَّجَ فَقْدَ مَلَكَ نِصْفَ دِيْنِهِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي
“Barangsiapa yang telah menikah maka ia telah menyempurnakan setengah
agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah dalam setengah
agamanya lagi.”
Dan wajib bagi kedua pasangan untuk menjaga tali kerekatan pernikahan
agara tidak terputus, karena pernikahan merupakan akad perjanjian yang
berat dan tali kerekatan yang kuat. Dna wajib bagi suami untuk
menunaikan hak-hak wanita dengan menyiapkan tempat tinggal yang sesuai
dengan yang semisal istrinya tersebut, mengeluarkan nafkah dan jangan
membiarkan istrinya mengeluarkan nafkah meskipun istrinya adalah orang
kaya atau pegawai, kecuali jika sang istri berkehendak. Hendaknya suami
menggaulinya dengan sebaik-baiknya, berbuat baik kepadanya dan tidak
menyakitinya dengan perkataan dan perbuatan. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya, dan aku adalah yang terbaik diantara kalian bagi istriku.”
Dan wajib bagi istri untuk menunaikan hak-hak suaminya, dan hendaknya
menggaulinya dengan baik, taat kepadanya dalam hal kebaikan, tidak
menyakitinya, berbuat baik kepada anaknya dan kepada kedua orang tuanya
serta kerabatnya. Menjaga hartanya dan dirinya tatkala suaminya sedang
tidak ada. Dari Abdullah bin ‘Amr dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak melihat kepada wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya, padahal ia membutuhkan suaminya” (HR. al-Hakim).
Dan wajib bagi kedua pasangan untuk memperbaiki segala perkara di
awal terjadi perselisihan agar tidak semakin membesar perselisihan dan
keburukan sehingga bisa mengantarkan kepada perceraian yang begitu
sangat digembirakan oleh syaitan, lalu hancurlah rumah tangga, anak-anak
terbengkalai dan akhirnya rusak menyimpang.
Dan hendaknya kedua pasangan bersabar atas pasangannya. Tidak ada
perkara menjadi baik sebagaimana kebaikan yang disebabkan kesabaran,
serta kesudahannya indah. Allah berfirman :
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Dan pergaulilah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS.
An-Nisaa': 19).
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَفْرَكْ مُؤمن مُؤمنَة؛ إِن كره مِنْهَا خلقا رَضِي منها آخر
“Janganlah seorang suami mukmin membenci seorang istri yang beriman,
jika ia tidak menyukai satu perangai istrinya maka ia akan suka dengan
perangainya yang lain.” (HR. Muslim).
Barangsiapa yang kesulitan untuk menikah pada awalnya, maka hendaknya
ia menjaga kehormatannya dan bersabar, jauhkanlah dirinya dari
melakukan kebiasaan masturbasi, dari zina, dan penyimpangan, hingga
Allah memudahkannya untuk menikah. Allah berfirman:
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian
(diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS.
An-Nuur: 33).
Hendaknya masyarakat sederhana dalam melakukan acara walimah pernikahan dan jangan berlebih-lebihan. Allah berfirman:
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (٢٦) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS.
Al-Isra': 26-27).
Dan jika tersisa dari walimah makanan maka tidak halal untuk dibuang,
akan tetapi diberikan kepada orang yang bisa memanfaatkannya dan
memakannya.
Allah berfirman:
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ
مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ (٧٢)
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu,
dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” (QS. An-Nahl: 72).
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ، وَنَفَعْنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ
سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلِهِ القَوِيْم، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمِ الجَلِيْلِ لِي وَلِلْمُسْلِمِيْنَ،
فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ العَزِيْزِ الغَفُوْرِ، اَلْحَلِيْمِ اَلشَّكُوْرِ،
أَحْمَدُ رَبَّ وَأَشْكُرُهُ، وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ
المُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا وَسَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ اَلْبَشِيْرُ النَّذِيْرُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ السَابِقِيْنَ إِلَى الخَيْرَاتِ وَإِلَى كُلِّ عَمَلٍ
مَبْرُوْرٍ.
أَمَّا بَعْدُ:
فَاتَّقُوْا اللهَ بِطَاعَتِهِ، وَاحْذَرُوْا مِنْ غَضَبِهِ، فَمَا فَازَا
الفَائِزُوْنَ إِلَّا بِتَقْوَاهُ، وَمَا هَلَكَ الخَاسِرُوْنَ إِلَّا
بِالإِعْرَضِ عَنْ شَرِيْعَةِ اللهِ.
Ibadallah,
Sesungguhnya pintu-pintu surga banyak, dan jalan-jalan menuju surga
mudah. Orang yang diberi petunjuk adalah orang yang maju mengetuk
seluruh pintu kebaikan. Dan orang yang terhalangi (dari kebaikan) adalah
orang yang malah berbuat kebaikan dan bahkan melakukan keburukan.
Barangsiapa yang berbuat baik pada dirinya, dan kepada kaum muslimin
dengan hartanya maka Allah akan memberkahi hartanya tersebut, serta akan
menggantikan dengan yang labih baik dari apa yang ia infakkan.
Allah berfirman:
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (٣٩)
“dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan
menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS.
Saba': 39).
Allah juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ
قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ
وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah)
sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari
yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi
syafa’at. dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang zalim.” (QS.
Al-Baqarah: 254).
Dan dalam hadits:
“Tidaklah sedekah mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi hamba yang memaafkan kecuali ketinggian.”
Dan di antara pintu-pintu kebaikan adalah menolong orang-orang yang
berhasrat untuk menikah yang dilakukan oleh orang-orang kaya dan yang
suka berbuat kebaikan, dengan memberikan pinjaman bagi mereka,
memberikan sedekah-sedekah, serta membuat sunduk-sunduk sumbangan untuk
urusan ini dan mengembangkannya. Demikian juga perhatian dengan urusan
ini, dan memudahkan penyaluran manfaatnya bagi orang-orang yang berhak
menerimanya. Sungguh banyak pemuda yang terlambat menikah karena tidak
memiliki kemampuan, dan Allah berfirman:
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 195).
Dan wajib bagi seorang ayah untuk berusaha menikahkan putra-puranya dalam rangka menunaikan hak putra-putranya.
عِبَادَ اللهِ: وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى
مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦]
، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ
وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ
الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا
وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا
فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي
رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ.
اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ
سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ
زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا
وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ
وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ .
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ .
Diterjemahkan dari khotbah Jumat Asy-Syaikh Ali Al-Hudzaifi hafizohullah
Penerjemah: Abu Abdil Muhsin Firanda