Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ ؛ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ،
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ، وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعِهِ،
مَا تَرَكَ خَيْراً إِلَّا دَلَّ الْأُمَّةَ عَلَيْهِ وَلَا شَرّاً إِلَّا
حَذَّرَهَا مِنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،
وَرَاقِبُوْهُ سُبْحَانَهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ
يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ، وَتَقْوَى اللهِ جَلَّ وَعَلَا خَيْرُ زَادٍ
لِيَوْمِ المَعَادِ، وَهِيَ وَصِيَّةُ اللهِ جَلَّ وَعَلَا لِلْأَوَّلِيْنَ
وَالآخِرِيْنَ مِنْ خَلْقِهِ، قَالَ اللهُ سُبْحَانَهُ: { وَلَقَدْ
وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ
أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ } [النساء:131] .
Ibadallah, ma’syiral mukminin,
Insyirahush shadr atau dada yang terasa lapang adalah suatu tujuan yang tinggi dan cita-cita yang utama. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengaruniakan kelapangan dada pada seseorang dan memudahkan urusannya,
akan tercapailah kemaslahatan dunia dan akhirat bagi orang tersebut.
Adapun jika dada terasa sesak dan sempit seseorang akan jauh dari
hal-hal yang maslahat untuknya. Ia tidak mampu dan tidak merasa
bergairah untuk melakukan sesuatu. Keadaannya hanya silih berganti
antara kesedihan, kebingungan, dan kegundahan.
Orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala lapangkan dadanya,
berarti ia telah mendapatkan pertolongan dalam mewujudkan cita-citanya
dan tujuan-tujuannya. Ibadah tidak akan menjadi mudah dan ketaatan tidak
akan terasa ringan kecuali dengan adanya rasa kelapangan dada.
Pendidikan anak pun tidak akan berjalan dengan baik tanpa nikmat
kelapangan dada ini. Dan kemaslahatan dunia dan agama akan sulit
didapatkan tanpa dada yang lapang.
Jika demikian halnya, kedudukan hati atau dada yang lapang sangat
besar sekali bagi seseorang untuk memperbaiki kehidupannya. Semakin
penting dan besar suatu permasalahan, maka semakin dibutuhkan suasana
hati yang tenang dan dada yang lapang untuk menyukseskannya. Oleh karena
itu, tatkala Allah memerintahkan Nabi-Nya Musa ‘alaihissalam pergi menemui Firaun untuk mendakwahinya, Nabi Musa ‘alaihissalam meminta kepada Allah dengan berdoa:
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي (25) وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي
“Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku.” (QS. Thaha: 25-26).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menguatkan jiwa hamba dan Nabi-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (QS. Al-Insyirah: 1).
Yakni Allah berikan anugerah ilahiyah untuk menguatkan dan melapangkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibadallah,
Lapangnya dada adalah sesuatu yang sangat istimewa. Seorang hamba
butuh kepada taufik dan pertolongan dari Allah untuk merealisasikan dan
mendapatkannya. Ada beberapa sebab yang bisa membuat dada seseorang
terasa lapang, di antaranya adalah:
Pertama: mentauhidkan Allah dan mengikhlaskan agama
kepada-Nya. Berlepas diri dari kesyirikan dan menjauhinya. Baik syirik
yang tersembunyi maupun yang tampak. Baik yang besar ataupun yang kecil.
Tauhid adalah perkara paling utama yang menyebabkan hati dan dada
seseorang terasa lapang. Dan lawannya adalah syirik yang merupakan sebab
utama yang menjadikan hati seseorang menjadi gelap dan dadanya terasa
sempit.
Kedua: mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Menempuh petunjuk dan jalannya yang lurus. Dan meneladani petunjuknya.
Bagaimana tidak? Beliau adalah orang yang paling baik akhlaknya. Paling
indah dan bersih track record perjalanan hidupnya atau
sirahnya. Barangsiapa yang mengikuti petunjuknya, maka dadanya akan
terasa lapang. Jiwanya terasa tenang. Dan hatinya pun bebas dari gundah
dan kesedihan.
Ketiga: mempelajari ilmu syar’i bersumber dari Alquran dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semakin seseorang mendapatkan dan memperdalam ilmu ini untuk
mendekatkan diri kepada Allah, semakin lapanglah dadanya dan semakin
baik keadaannya. Kebalikan dari itu adalah apabila seseorang tidak
mengenal agamanya. Di hatinya terdapat kegelapan dan kesulitan dalam
urusannya.
Keempat: kembali kepada Allah, melaksanakan ketaatan, dan giat beribadah kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Ketaatan dan ibadah adalah kelapangan hati, kehidupan jiwa, dan kebahagiaan di dalam dada. Di dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا بِلَالُ أَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ
“Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat.”
Dalam hadits lainnya, beliau bersabda,
جُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
“Dijadikan penyejuk hatiku di dalam shalat.”
Ketaatan secara umum adalah istirahat bagi jiwa, kebahagiaan, dan ketenangannya.
Kelima: senantiasa mengingat Allah Jalla wa ‘Ala. Mengingat Allah atau berdzikir kepada-Nya membuat hati tenang dan dada terasa lapang. Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du: 28).
Keenam: berbuat kebajikan. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195).
Berbuat kebajikan dapat dilakukan saat seseorang memiliki posisi,
atau dengan harta, tenaga, dan lain sebagainya. Barangsiapa yang berbuat
baik kepada hamba Allah, maka Allah Tabaraka wa Ta’ala akan
memberi kelapangan di hatinya. Memudahkan urusannya. Memperbaiki
keadaannya. Atau bahkan melipatgandakan hartanya. Adapun orang yang
pelit, maka dadanya akan terasa sesak. Jiwanya terasa kering. Dan
rejekinya pun sempit.
Ketujuh: menjauhi hal-hal yang menjadi racun dan
penyakit bagi hati. Hal-hal yang menyebabkan hati menjadi sakit
sangatlah banyak. Seperti: hasad, dengki, iri, dll. Semua ini adalah
jalan yang tercela dan rendah. Apabila hati seseorang dirasuki hal-hal
tersebut, maka ia akan rusak, menjadikannya gelap, dan membuatnya
menjadi sempit. Akhirnya ia merasa keadaannya kurang nyaman dan hartanya
pun tidak berkah.
Kedelapan: menjaga lisan dari perkataan yang haram.
Menjaga telinga dari mendengar yang haram. Dan menjaga pandangan dari
hal-hal yang haram. Banyak mendengar, melihat, dan berbicara dapat
berdampak negatif bagi pelakunya. Karena yang demikian bisa mengantarkan
seseorang pada kesedihan, kegalauan, dan dampak-dampak tidak terpuji
lainnya.
Ma’asyiral mukminin,
Oleh karena itu, hendaknya kita berharap dan memohon taufik kepada
Allah agar Dia melapangkan dada-dada kita dan memudahkan urusan kita.
Kita juga harus menempuh sebab-sebab yang bermanfaat yang bisa
mengantarkan kita untuk mencapai hal tersebut. Sehingga kita sukses
merengkuh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
نَسْأَلُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يَشْرَحَ صُدُوْرَنَا أَجْمَعِيْنَ،
وَأَنْ يُيَسِّرَ أُمُوْرَنَا، وَأَنْ يَحمِّدَنَا العَوَاقِبَ، وَأَنْ
يُصْلِحَ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ، وَأَنْ لَا يَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا
طَرْفَةَ عَيْنٍ؛ إِنَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى سَمِيْعُ الدُّعَاءِ
وَهُوَ أَهْلُ الرَّجَاءِ وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْداً كَثِيْراً طَيِّباً مُبَارَكاً فِيْهِ كَمَا
يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ .
أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى .
Ibadallah,
Sesungguhnya kelapangan dada adalah anugerah dan karunia Rabbani. Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan kepada siapa yang Dia kehendaki.
وَأَنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Dan bahwasanya karunia itu adalah di tangan Allah. Dia berikan
karunia itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai
karunia yang besar.” (QS. Al-Hadid: 29).
Renungkanlah ibadallah. Ingatlah firman Allah,
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ
وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا
كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.
Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah
menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki
langit.” (QS. Al-An’am: 125).
Dan firman-Nya juga,
أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk
(menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama
dengan orang yang membatu hatinya)?” (QS. Az-Zumar: 22).
Ibadallah,
Hati yang lapang tidak akan kita dapat kecuali dengan taufik dari
Allah. Hati yang lapang tidak akan kita dapatkan kecuali dengan menerima
perintah Allah dengan keikhlasan, mengikuti-Nya, menaati-Nya, dan
kembali kepada-Nya. Hati yang lapang tidak akan kita dapatkan kecuali
dengan kesungguhan usaha untuk memperolehnya dan mengharap ridha dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itu ibadallah, bersungguh-sungguhlah. Jadilah orang yang
menerima seluruh apa yang Allah perintahkan. Jadilah orang yang menempuh
jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ
“Bersungguh-sungguhlah kepada apa yang bermanfaat untukmu dan mintalah tolong kepada Allah.”
وَاعْلَمُوْا أَنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كَلَامُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهُدَى
هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ
مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ،
وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ .
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَعَاكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ
اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ : {إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا} [الأحزاب:56]،
وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً
صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)).
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ؛ أَبِيْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْق،
وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ .
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ
مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا
المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ كُنْ
لَهُمْ نَاصِراً وَمُعِيْنًا وَحَافِظاً وَمُؤَيِّدًا، اَللَّهُمَّ آمِنْ
رَوْعَاتَهُمْ وَاسْتُرْ عَوْرَاتَهُمْ وَاحْقِنْ دِمَاءَهُمْ يَا رَبَّ
العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَعَلَيْكَ بِأَعْدَاءِ الدِّيْنَ فَإِنَّهُمْ
لَا يُعْجِزُوْنَكَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَجْعَلَكَ فِي نُحُوْرِهِمْ
وَنَعُوْذُ بِكَ اللَّهُمَّ مِنْ شُرُوْرِهِمْ.
اَللَّهُمَّ أَعِنَّا وَلَا تُعِنْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا وَلَا تَنْصُرْ
عَلَيْنَا، وَامْكُرْ لَنَا وَلَا تُمْكِرْ عَلَيْنَا، وَاهْدِنَا
وَيَسِّرْ الهُدَى لَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا لَكَ ذَاكِرِيْنَ، لَكَ شَاكِرِيْنَ، إِلَيْكَ
أَوَّاهِيْنَ مُنِيْبِيْنَ، لَكَ مُخْبِتِيْنَ لَكَ مُطِيْعِيْنَ،
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ تَوْبَتَنَا وَاغْسِلْ حَوْبَتَنَا، وَثَبِّتْ
حُجَّتَنَا، وَاهْدِ قُلُوْبَنَا، وَاسْلُلْ سَخِيْمَةَ صُدُوْرِنَا.
اَللَّهُمَّ اشْرَحْ صُدُوْرَنَا وَيَسِّرْ أُمُوْرَنَا وَلَا تَكِلْنَا
إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ .
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ
زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ ألِّفْ بَيْنَ
قُلُوْبِنَا وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ،
وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي
أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَاتِنَا
وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا، وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا
كُنَّا يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ .
اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ
أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ
وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ
أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ مِنْ سَدِيْدِ الأَقْوَالِ
وَصَالِحِ الأَعْمَالِ .
رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا
وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، {وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا
تَصْنَعُونَ } .
Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad