Khutbah Pertama:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ
عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ مَتَابٌ، أَحْمَدُهُ – سُبْحَانَهُ –
وَشُكْرُهُ عَلَى نِعَمِهِ الصِحَّةُ وَالشَّبَابُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ
وَهُوَ سَرِيْعُ الحِسَابِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ نَهَى عَنِ الفُسُوْقِ وَالسِّبَابِ، صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أُوْلِي النُّهَى وَالأَلْبَابِ.
أَمَّا بَعْدُ:
>
فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهُ، قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Masa muda adalah masa energik, masa produktif, masa untuk merasakan kelezatan ibadah. Dari Abdullah bin Amr bin Al-Aash radhiallahu ‘anhu ia berkata,
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَلَمْ
أُخْبَرْ أَنَّكَ تَصُومُ النَّهَارَ وَتَقُومُ اللَّيْلَ؟ ” قُلْتُ:
بَلَى، قَالَ: “فَلَا تَفْعَلْ نَمْ وَقُمْ وَصُمْ وَأَفْطِرْ، فَإِنَّ
لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ
لِزَوْجَتِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku:
“Bukankah aku dikabarkan bahwasanya engkau (senantiasa) berpuasa
(sunnah) di siang hari dan engkau sholat malam suntuk?”
Aku (Abdullah bin Amr) berkata: “Benar”.
Beliau berkata, “Janganlah kau lakukan. Bangun, sholat malam-lah dan
tidurlah! Berpuasa dan berbukalah! Karena sesungguhnya tubuhmu punya hak
yang harus kau tunaikan, tamumu punya hak yang harus kau tunaikan, dan
istrimu punya hak yang harus kau tunaikan.”
Sejarah telah mengabadikan sikap-sikap hebat para pemuda yang
mengenal Rab mereka, berpegang teguh dengan agama mereka, maka Alquran
pun mengabadikan kenangan mereka. Allah berfirman tentang Ibrahim ‘alaihissalam:
قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ
“Mereka (para penyembah berhala) berkata: “Kami dengar ada seorang
pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim”. (QS.
Al-Anbiyaa: 60).
Allah berfirman tentang para pemuda Ashabul Kahfi:
إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
(١٣)وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ
قُلْنَا إِذًا شَطَطًا (١٤)
“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan
mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan Kami meneguhkan
hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan Kami
adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; Kami sekali-kali tidak menyeru
Tuhan selain Dia. Sesungguhnya Kami kalau demikian telah mengucapkan
Perkataan yang Amat jauh dari kebenaran”. (QS. Al-Kahfi 13-14).
Para pemuda adalah kekuatan umat, harapan masa depan, mereka memiliki
kedudukan dalam Islam. Dan diantara 7 golongan yang dinaungi oleh Allah
di bawah naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya,
adalah –sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
شَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ
“Pemuda yang tumbuh di atas ibadah kepada Allah.”
Masa muda adalah pancaran sinar yang mempengaruhi masyarakat, adalah
tekad dan kekuatan, semangat dan darah muda, yang sifat-sifat ini
mengharuskan seorang pemuda untuk mengatur kehidupannya dengan
kepemimpinan yang dibangun di atas pribadi yang bijak. Mengontrol jiwa
dan mengekang hawa nafsunya, serta mengarahkan jiwanya kepada kebaikan
dan kemenangan. Pribadi yang bijak yang bisa menggariskan tujuan-tujuan
yang mengarahkan ambisinya, sehingga mengangkatnya ke tangga kejayaan,
menjadikannya berperan dalam kehidupan dan memiliki visi di atas muka
bumi.
Jika kehidupan pemuda hampa dari visi dan tujuan maka jadilah kehidupannya tanpa arti, perhatiannya menjadi kurang.
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ
الآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (٦٤)
“Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan
main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan,
kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabuut: 64).
Waktu merupakan aset termahal yang dimiliki oleh para pemuda dalam
kehidupannya. Dalam waktu, seorang pemuda menanamkan harapannya dan
merealisasikan tujuannya. Waktunya diisi dengan ilmu yang bermanfaat,
dengan amal sholeh, dengan ibadah dan ketaatan, disertai wawasan yang
bermanfaat, dan dalam visi-visi yang membuahkan hasil dan produktivitas
yang bermanfaat, dan amalan-amalan yang meluruskan tingkah lakunya dan
mengangkat kehidupannya. Waktu diisi dengan keahlian-keahlian yang
mengembangkan bakatnya dan pekerjaan yang membangun masa depannya.
Jika waktu menjadi kosong dari visi dan tujuan yang tinggi, maka akan
masuklah pemikiran-pemikiran yang keliru, maka tersibukanlah sang
pemuda dengan perkara-perkara yang sia-sia, dengan memikirkan
perkara-perkara yang rendahan, serta semakin menguat dorongan untuk
menyimpang.
Waktu kosong adalah tanah yang subur untuk menabur benih-benih kotoran dan kesesatan. Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
وَالنَّفْسُ إِنْ لَمْ تُشْغِلْهَا بِالْحَقِّ شَغَلَتْكَ بِالْبَاطِلِ
“Dan jika engkau tidak menyibukkan jiwamu dengan kebenaran, maka ia akan menyibukkanmu dengan kebatilan.”
Di antara hal yang berbahaya adalah membuang-buang waktu untuk
browsing halaman-halaman situs-situs internet dan media sosial yang
merusak akidah, mempengaruhi tingkah laku, menggoncang akhlak, serta
melemahkan hubungan tali kekeluargaan, dan mengantarkan pada sikap
menyendiri dan menjauh dari masyarakat. Dan dampak dari hal ini sudah
jelas dan diketahui.
Pemuda menghadapi makar yang dihembuskan oleh musuh-musuh, dengan
menampilkan umbaran syahwat-syahwat yang haram, serta pengobaran gejolak
syahwat yang merusak karakter pribadinya, menyia-nyiakan masa depannya,
menghancurkan masa mudanya, dan terhamparkannya sang pemuda di medan
kebingungan dan kesesatan. Serta memalingkannya dari perhatian terhadap
visi dan tujuan-tujuan yang tinggi, dari perkara-perkara kemasyarakatan
dan urusan umat, memalingkannya dari mentarbiyah dirinya dengan Alquran
dan pengisian hatinya dengan keimanan serta menempuh jalan orang-orang
sholeh, demikian juga memalingkannya dari melampiaskan syahwatnya dengan
cara-cara yang disyariatkan yang mewujudkan kebahagiaannya dan
kemuliaannya.
Pernikahan bagi pemuda merupakan kebutuhan secara fitrah, merupakan ketenteraman jiwa, dan benteng penjaga akhlak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang mampu maka menikahlah, dan
barangsiapa yang tidak mampu maka berpuasalah, karena puasa menjadi
perisai baginya.”
Menunda-nunda pernikahan –padahal sudah mampu- menimbulkan
dampak-dampak buruk yang berkaitan dengan perangai, psikologi, dan
sosial. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلَّا
تَفْعَلُوه تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
“Jika datang pada kalian lelaki yang kalian ridhai akhlak dan
agamanya maka nikahkanlah ia, jika kalian tidak melakukannya maka akan
timbul fitnah di atas muka bumi dan kerusakan yang besar.”
Pemuda butuh untuk menimbang antara akal dan perasaannya dalam
menghadapi kehidupan. Masa muda digoyang oleh perasaan-perasaan yang
menggeret. Bisa jadi mempengaruhi masa depannya jika tidak tunduk di
bawah cahaya Alquran. Menjadikan akal dan perasaan -yang bergelora dan
tidak mengerti- sebagai penentu keputusan, bisa mengantarkan sang pemuda
kepada sikap ekstrim (berlebih-lebihan) atau sebaliknya atau
mengantarkan kepada penyimpangan.
Gejolak perasaan cinta para pemuda hendaknya dihadapi dengan penuh
perhatian dalam keluarga, memberikan kasih sayang dan kehangatan
terhadap mereka, serta mendidik mereka untuk menjaga diri, menundukan
pandangan, dan malu kepada Allah.
Dari Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu ia berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرَةِ الْفُجَاءَةِ، فَأَمَرَنِي أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan tiba-tiba, maka Rasulullah memerintahkan aku untuk memalingkan pandanganku.” (HR. at-Tirmidzi).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يا عليُّ لَا تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ، فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى، وَلَيْسَتْ لَكَ الْآخِرَةَ
“Wahai Ali, janganlah engkau mengikutkan pandangan dengan pandangan
yang lain, sesungguhnya boleh bagimu pandangan pertama, dan tidak boleh
bagimu pandangan berikutnya.” (HR. Abu Dawud).
Di antara penopang pemuda dalam membangun kepribadiannya yang kuat
adalah hubungan yang erat dengan keluarganya. Hal ini merupakan benteng
baginya dan tempat perlindungan baginya serta tempat bernaungnya yang
menyediakan ketentraman hati dan ketenangan, serta rileksnya pikiran.
Keluarga merupakan tempat memperoleh nasehat dan arahan, sarapan rohani,
serta pengokohan kepribadian.
Hilangnya hubungan yang erat dengan keluarga atau menyepelekannya
serta lemahnya hubungan para ayah dengan anak-anak menjadikan para
pemuda terdampar di tempat-tempat asuhan yang tidak jelas,
gelombang-gelombang keras yang menghantam akal pikiran mereka, yang bisa
jadi menjerumuskan mereka ke lembah-lembah yang jauh.
Nasehat dan pengarahan merupakan makanan rohani dalam kehidupan
pemuda, pembawa kebahagiaan baginya, dan Alquran telah menekankan hal
ini karena urgensinya dalam membina kepribadiannya, serta pengamanan
langkah perjalanannya di dunia. Dalam wasiat Luqman kepada anaknya:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (١٣)
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar”. (QS. Luqman: 13).
Luqman juga berkata:
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ
فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا
اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (١٦)يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا
أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ (١٧)
(Luqman berkata): “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau
di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui. Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal
yang diwajibkan (oleh Allah). (QS Luqman : 16-17)
Bekerjanya seorang pemuda dengan berusaha di penjuru bumi merupakan
harga diri dan kemuliaan bagi keluarganya, dan ini merupakan hasil
kerjaan yang terbaik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya:
أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ: عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ، وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
“Perkerjaan apa yang terbaik?”, Nabi berkata, “Pekerjaan seseorang
dengan tangannya sendiri, dan semua transaksi yang baik” (HR. al-Bazzar
dan dishahihkan oleh Al-Hakim).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan pekerjaan
mengumpulkan kayu bakar lalu menjualnya itu lebih baik bagi seseorang
dari pada meminta-minta kepada manusia, diberikan atau tidak diberikan
oleh manusia.
Umar radhiallahu ‘anhu berkata,
أَرَى الْفَتَى فَيُعْجِبُنِي، فَإِذَا قِيْلَ لاَ حِرْفَةَ لَهُ سَقَطَ مِنْ عَيْنِي
“Aku melihat seorang pemuda maka menjadikan aku kagum, namun ketika
dikatakan bahwasanya ia tidak memiliki pekerjaan maka jatuhlah ia dari
mataku.”
Beliau juga berkata:
لاَ يَقْعُدَنَّ أَحَدُكُمْ عَنْ طَلَبِ الرِّزْقِ وَهُوَ يَقُوْلُ :
اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي، فَقَدْ عَلِمْتُمْ أَنَّ السَّمَاءَ لاَ تُمْطِرُ
ذَهَبًا وَلاَ فِضَّةً
“Janganlah sekali-sekali seseorang dari kalian duduk saja tidak
mencari rezeki lalu berkata, “Ya Allah berilah rezeki kepadaku”. Padahal
kalian telah tahu bahwasanya langit tidaklah menurunkan hujan emas dan
hujan perak.”
Seorang pemuda yang semangat akan menjauhi pengangguran, ia menerima
pekerjaan apapun jenisnya tanpa merendahkan keahlian tertentu atau
pekerjaan tertentu. Dan masyarakat dituntut untuk memudahkan perkerjaan
yang sesuai serta jalan-jalan mata pencaharian, sehingga menjadikan
pemuda salah satu unsur yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga
bagi masyarakat.
Hendaknya seorang pemuda dalam kondisi diam dan berpindah, dalam
kondisi muqim maupun safar, agar tetap bangga dengan agamanya, merasa
jaya dengan kepribadiannya (sebagai seorang muslim), merasa tinggi
dengan aqidah Islamnya, dan tidak malu untuk menampakkannya, serta
meninggalkan ikatan taqlid dan ikut-ikutan. Allah berfirman,
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin.” (QS. Al-Munafiqun: 8).
Sikap tenang pada diri seorang pemuda adalah perangai yang terpuji,
tabiat yang bisa diusahakan, serta bentuk kekuatan yang terbina dari
akal yang kuat. Adapun sikap keras dalam bermuamalah, mudah emosional
dalam tingkah laku, mudah membalas dendam dengan ngawur, maka ini semua
merupakan sikap-sikap yang berbahaya, dan juga merupakan sikap-sikap
kesetanan. Dampaknya berbahaya bagi para pemuda dan menyia-nyaiakan
energi mereka, dan bisa jadi menjadi bumerang bagi mereka.
Hendaknya para pemuda di masa mudanya dan masa energik untuk
mengambil pelajaran sunnatullah yang berlaku dalam kehidupan,
perubahan-perubahan kondisi, serta berlalunya hari-hari. Hendaknya ia
menggunakan kesempatan masa mudanya sebelum tiba masa tuanya, masa
sehatnya sebelum tiba masa sakitnya. Jika tidak, maka ia akan terpedaya
dengan kondisi mudanya, karena masa muda akan diakhiri dengan masa tua,
dan kekuatan ujungnya adalah kelemahan, serta kesehatan akan dihancurkan
dengan sakit. Allah berfirman,
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ
قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا
يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ (٥٤)
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui
lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar-Rum: 54).
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ، وَنَفَعْنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمِ الجَلِيْلِ لِي وَلِلْمُسْلِمِيْنَ،
فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَا لَمِيْنَ، اَلرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ،
مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلَهُ الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ وَلِيُّ المُتَّقِيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ:
فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، قَالَ تَعَالَى: وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ.
Seorang pemuda muslim, hatinya dipenuhi dengan kecintaan kepada Allah dan kecintaan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Meskipun mungkin ia tenggelam dalam sebagian kemaksiatan akan tetapi
hatinya tetap tergerak merasa takut kepada Allah, dan menyesal atas
dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ الْعَبْدَ إِذَا أخْطَأ خَطِيئَةً، نَكَتَتْ فِي قَلْبهِ نُكْتَةٌ
سَوْدَاءُ، فَإِنْ هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَر وَتَابَ، صُقِلَتْ، فَإنْ هُوَ
عَادَ، زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ فَهُوَ “الرَّانُ” الَّذِي
ذَكَرَ الله {كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ}
“Sesungguhnya seorang hamba jika ia melakukan sebuah dosa maka
terkotori hatinya dengan sebuah titik hitam. Jika ia meninggalkannya dan
beristighfar serta bertaubat maka terkikislah titik hitam tersebut.
Jika ia kembali maka ditambahkanlah titik hitam di hatinya hingga
titik-titik hitam tersebut mendominasi hatinya. Dan itulah “raan”
(penutup hati) yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:
كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (١٤)
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. (QS Al-Muthoffifin : 14)
Sebagian pemuda ada yang mengetahui kesalahannya, mengetahui
keharaman apa yang ia lakukan, akan tetapi ia mengakhirkan dan
menunda-nunda taubatnya. Dan menunda-nunda -yaitu ia berkata, “Aku nanti
akan kembali, aku nanti akan bertaubat”- merupakan penghalang terbesar
untuk bertaubat, dan kata “nanti” atau “akan” merupakan salah satu
pasukan iblis.
Terus menerusnya sebagian pemuda dalam dosa-dosa merupakan perkara
yang sangat berbahaya, keburukan yang besar. Seorang yang berakal
khawatir dengan akibat dosa-dosa, sesungguhnya nyala apinya tersembunyi
dibalik debu. Bisa jadi hukuman datang terlambat, dan bisa jadi siksaan
datang tiba-tiba. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُمْلِي لِلظَّالِمِ، فَإِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ”
ثُمَّ قَرَأَ: {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ
ظَالِمَةٌ إن أخذه أليم شديد}
“Sesungguhnya Allah mengulur (menunda siksaan) bagi orang yang
berbuat zalim. Maka jika Allah mengadzabnya maka ia tidak akan lolos”
Lalu Nabi membaca firman Allah:
وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ (١٠٢)
“Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk
negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah
sangat pedih lagi keras.” (QS. Huud: 102).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعْطِي الْعَبْدَ فِي الدُّنْيَا
عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ، ثُمَّ تَلا:
{فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ
شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً
فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ }
“Jika engkau melihat Allah Azza wa Jalla memberikan kepada
seorang hamba dunia yang ia sukai padahal ia dalam
kemaksiatan-kemaksiatan kepada Allah, maka itu adalah istidroj”. Lalu
Nabi membaca firman Allah:
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ
شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً
فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada
mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka;
sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan
kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika
itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44).
ألا وصلوا – عباد الله – على رسول الهدى، فقد أمركم الله بذلك في كتابه،
فقال: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ
وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ
الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا
وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا
فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي
رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ.
اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ
سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهِ مِنْ
قَوْلٍ وَعَمَلٍ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهِ
مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ،
مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، وَنَعُوْذُبِكَ مِنَ الشَّرِّ
كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ، مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا،
وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا اَلَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ
لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِيْ هِيَ مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ
زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ
شَرٍّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا وَوَلِّيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ
وَتَرْضَى، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُ لِهُدَاكَ، وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي
رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، وَوَفِّقْ نَائِبِيْهِ لِكُلِّ خَيْرٍ
يَا أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أُمُوْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ
بِكِتَابِكَ وَتَحْكِيْمِ شَرْعِكَ يَا أَرْحَمُ الرَاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا
لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ. رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي
الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ
Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdul Bari ats-Tsubaity (Imam dan Khotib Masjid Nabawi)
Penerjemah: Abu Abdil Muhsin Firanda