Semua hal yang kita lakukan ini tergantung dari niat yang kita ucapkan. Nah untuk nazar sendiri apakah harus di ucapkan (di lafadzkan) atau tidak ya?
Ada beberapa pendapat mengenai hal ini, beberapa ustad mengatakan kalau bernazar itu tidak perlu mengucapakan niat atau lebih jelasnya niatnya cukup di hati saja. Akan tetapi, juga terdapat ustad yang mengatakan kalau bernazar itu wajib mengucapkan niatnya. Menurut ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina
www.KonsultasiSyariah.com ) nazar tidak sah jika hanya sebatas niat atau belum diucapkan. Misalnya seseorang berniat, jika dia lulus ujian tahun ini, akan berpuasa daud selama sebulan lillahi ta’ala. Sebatas niat semacam ini, belum dianggap nazar yang sah, yang wajib dia laksanakan. Hal ini berdasarkan beberapa sumber antara lain:
Fairuz Abadzi – ulama syafiiyah – menegaskan,
ولا يصح النذر إلا بالقول
“Nazar tidak sah, kecuali diucapkan.” (Al-Muhadzab, 1/440) .
An-Nawawi dalam syarah Muhadzab memberikan penjelasan,
وهل يصح بالنية من غير قول … (الصحيح) باتفاق الأصحاب أنه لا يصح إلا بالقول ولا تنفع النية وحدها
Apakah nazar sah semata dengan niat, tanpa diucapkan…(yang kuat) berdasarkan sepakat ulama madzhab Syafii, bahwa tidak sah nazar kecuali diucapkan. Niat semata, tidak bermanfaat (tidak dianggap). (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8/451)
Hal yang sama juga dinyatakan Al-Mardawi – ulama hambali – dalam Al-Inshaf,
ولا يصح (النذر) إلا بالقول ، فإن نواه من غير قول : لم يصح بلا نزاع
Nazar tidak sah kecuali dengan diucapkan. Jika dia hanya berniat, namun tidak dia ucapkan, tidak sah nazarnya, tanpa ada perbedaan pendapat. (Al-Inshaf, 11/118)
Dari penjelasan beliau kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sebaiknya ketika kita melakukan suatu nazar sebaiknya diucapkan niat, atau nazar yang sah adalah nazar yang di awali dengan pengucapann atau pelafasan niat secara jelas, tidak haya di hati saja.
berikut bacaan niat puasa nazar