Disyariatkan menunaikan puasa nadzar


Disyariatkannya nadzar bisa dilihat dari dalil-dalil yang ada didalam Al Qur’an maupun sunnah :

وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ


Artinya :
“Dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS. Al Hajj : 29).


يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا

Artinya :
“Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al Insan : 7).

وَمَا أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍ فَإِنَّ اللّهَ يَعْلَمُهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

Artinya :
“Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.” (QS. Al Baqarah : 270).

Dengan demikian, kita harus berhati-hati dalam bernadzar. Janganlah kita mengucapkan nadzar akan melakukan sesuatu termasuk puasa, jika kita tidak sanggup melaksanakannya. Jangan hanya karena kesulitan yang menerpa kita kemudian bernadzar akan,, misalnya, berpuasa dua bulan berturut-turut karena itu akan memberatkan diri sendiri. Padahal, Allah sendiri tidak memintanya. Nadzar sangat baik dilaksanakan sebagai rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada kita, terutama setelah hilangnya kesulitan dalam diri atau keluarga, asal nadzar tersebut masuk akal dalam pelaksanaannya dan tidak memberatkan diri. Jika seseorang memiliki nadzar kemudian meninggal tanpa sempat menunaikan nadzarnya, maka puasa nadzar itu diwariskan atau ditanggung oleh wali atau pewarisnya untuk disempurnakan

Sa’ad bin Ubadah r.a berkata:
“Dia bertanya kepada Rasulullah, Ibuku meninggal dunia dan dia memiliki nadzar yang belum terpenuhi.” Rasulullah bersabda : “Qadhakanlah puasanya untuk ibumu.” (HR Bukhari, Muslim, Al-Nassai’, Tirmidzi dan Ahmad).


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ امْرَاَةً قَالَتْ: يَارَسُولَ اللهِ اَنَّ اُمِّي مَاتَتْ وَ عَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرٍ اَفَاَصُوْمُ عَنْهَا ؟ قَالَ: اَرَاَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى اُمِّكِ دَيْنٌ فَقَضَيْتُهُ اَكَانَ يُؤَدِّى ذَلِكَ عَنْهَا ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ فَصُوْمِى عَنْ اُمِّكِ

Dari Ibnu Abbas r.a: sesungguhnya ada seorang perempuan telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w: “ya Rasulullah s.a.w, sesungguhnya ibuku telah meninggal duniam dan ia meninggalkan keajiban puasa nadzar yang belum sempat ia tunaikan, apakah aku boleh berpuasa untuk menggantikannya?” rasulullah s.a.w, menjawab;”apakah pendapatmu, kalau seandainya ibumu mempunya hutang, dan kamu membayarnya. Apakah hutangnya terbayarkan?”. Perempuan tadi, menjawab: “ia”. Dan Nabi s.a.w, bersabda: “berpuasalah untuk ibumu”. (Hadits Shahih, riwayat Muslim).