[1] Lihat Roudhotun Nazhir wa Junnatul Munazhir, 1: 58.
[2] HR. Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146
[3] Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, no. 15 hal. 347.
[4] Lihat Syarhul Mumthi’, 6: 446-447.
[5] Dikeluarkan oleh Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad- dan juga dikeluarkan oleh Abdur Rozaq dalam Mushonnafnya (4: 241, 243) dengan sanad yang shahih.
[6] HR. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147
[7] Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 25.
[8] Lihat Tawdhihul Ahkam, 2: 712 dan Syarhul Mumthi’, 6: 451-452.
[9] Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 25.
[10] Lihat Syarhul Mumthi’, 6: 450.
[11] Lihat Syarhul Mumthi’, 6: 451.
Imam Nawawi berkata,
“Barangsiapa masih memiliki utang puasa Ramadhan, ia belum sempat melunasinya lantas meninggal dunia, maka perlu dirinci. Jika ia menunda utang puasanya karena ada uzur lantas ia meninggal dunia sebelum memiliki kesempatan untuk melunasinya, maka ia tidak punya kewajiban apa-apa. Karena ini adalah kewajiban yang tidak ada kesempatan untuk melakukannya hingga meninggal dunia, maka kewajiban itu gugur sebagaimana dalam haji. Sedangkan jika uzurnya hilang dan masih memiliki kesempatan untuk melunasi namun tidak juga dilunasi hingga meninggal dunia, maka puasanya dilunasi dengan memberi makan kepada orang miskin, di mana satu hari tidak puasa memberi makan dengan satu mud.” (Al Majmu’, 6: 268).
[12] HR. Bukhari no. 4505.
[13] Lihat Syarhul Mumthi’, 6: 338 dan At Tadzhib hal. 115.
[14] Al Muntaqo min Fatawa Syaikh Shalih Al Fauzan, 3: 140. Dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 66886.
[15] Lihat Syarhul Mumthi’, 6: 325-326.
[16] Syarhul Mumthi’, 6: 326.
[17] Idem.