Khusyuk Saat Shalat Untuk Mencapai Kesempurnaan Ibadah
Khusyuk
Shalat Merupakan Aktivitas Hati (jiwa), Bukan Aktivitas Pikiran
Shalat hakikinya merupakan komunikasi batin antara hamba dengan Tuhannya. Apabila hubungan batin (khusyu’) tidak terbangun maka shalat yang dilakukan tidaklah sempurna bahkan sia-sia karena komunikasi batin dengan Tuhan tidak terjalin.
Membangun khusyu’ dengan cara konsentrasi, menatap satu titik di tempat sujud, memahami arti bacaan, menghadirkan Allah didalam hati, dan sebagainya ternyata tidaklah mudah, atau sulit bahkan teramat sulit. Menatap titik ditempat sujud memang membantu agar pandangan mata tidak kemana-mana, akan tetapi tidak membantu mencegah pikiran untuk tidak kemana-mana.
Demikian pula dengan konsentrasi, mempraktekkan konsentrasi dalam shalat seperti mengarahkan anak panah dari busur menuju sasaran bidik rupanya juga kurang logis. Karena shalat itu sesungguhnya adalah aktivitas hati (jiwa), bukan aktivitas pikiran. Padahal konsentrasi adalah aktivitas pikiran.
Ali bin Abi Thalib menjelaskan, “Khusyu tempatnya ada di hati. Ia adalah perasaan di dalam jiwa yang nampak dari anggota badan dalam bentuk ketenangan dan ketawadhukan. Khusyu merupakan buah dari kokohnya keyakinan di dalam hati terhadap pertemuan dengan Allah.”
Khusyu’ Adalah Kesadaran
Dalam QS Albaqaroh 45-46 disebutkan, bahwa orang yang khusyu itu adalah orang yang senantiasa yakin akan pertemuannya dengan Allah dan mereka akan kembali kepada-Nya. Keyakinan (akan pertemuannya dengan Allah) adalah sebuah “kesadaran” dengan sepenuh hati yang ada didalam jiwa.
Secara sederhana khusyu’ adalah sebuah “kesadaran”. Sehingga shalat yang khusyu’ adalah shalat yang dilakukan dengan penuh kesadaran bahwa setiap sikap dan gerakan merupakan komunikasi batin dengan Allah SWT.
Empat Hal Untuk Mencapai Khusyu’
Khusu’ adalah aktivitas hati yang dapat dibangun dengan 3 hal, yang kesemuanya berkaitan dengan kesadaran batin atau jiwa, yaitu: sadar, pasrah, dan nyambung. Karena khusu’ harus berlangsung sepanjang aktivitas shalat, maka kesadaran batin itu harus dipertahankan dan dibangun kembali di setiap sikap dalam rukun shalat, baik berdiri, duduk, ruku’ dan sujud. Aktivitas ini disebut tuma’ninah. Sehingga tuma’ninah sebenarnya merupakan aktivitas untuk membangun kembali kesadaran batin dengan 3 hal itu.
Dengan demikian maka untuk mencapai khusyu’ sepanjang shalat dapat dilakukan dengan empat hal, yaitu Sadar, Pasrah, Nyambung, dan Tuma’ninah.
Membangun Kesadaran Batin (Sadar)
Membangun kesadaran batin adalah hal yang dilakukan pada aktivitas paling awal dari pelaksanaan shalat. Dalam rukun shalat kesadaran awal ini biasa dikenal sebagai “niat.”
Rasulullah bersabda: “Innamal a’maalu bin niyyah”, sesungguhnya amal itu tergantung dengan niatnya). Membangun kesadaran atau niat ini bukanlah konsentrasi yang harus dilakukan dengan mengerahkan segenap pikiran, tetapi justru mengosongkan atau melepaskan pikiran dari segala ikatan nafsu dunia, lalu mengelola batin atau jiwa untuk menghadirkan “Aku”.
“Aku” disitu bukanlah fisik. Tubuh ini bukanlah ''aku'', sama seperti ketika menyebutkan ''rumahku'' berarti rumahku bukan ''aku''. Karena rumah dan aku adalah dua wujud yang berbeda dan terpisah. Begitu pula tubuhku, tanganku, kepalaku. Semuanya terpisah dengan aku. Jadi tubuh kita yang bergerak bukan ''aku''-nya kita. ''Aku'' adalah jiwa.
Allah berfirman: ''wahai jiwa yang tenang kembalilah ke Rab-mu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya.”
(Al-Fajr; 27-28).
Membangun kesadaran ini cukup memerlukan waktu 1 sampai 3 detik saja, yaitu dengan mengucapkan kalimat, “Aku akan berjumpa dengan Sang Khalik” dalam suasana hati yang tenang. Pengucapkan kalimat itu boleh pula dilakukan secara lisan.
Kedua. Sikap pasrah
Setelah mengucapkan “niat”, hal yang dilakukan berikutnya adalah “pasrah”. Dalam pemahaman yang sederhana, pasrah adalah rela. Pasrah merupakan aktivitas untuk mengosongkan atau melepaskan pikiran dari belenggu persoalan duniawi dan merelakan semuanya untuk ditinggalkan, agar “sang aku” mudah bertemu Allah.
Pasrah dapat dilakukan dengan cara mengendorkan otot-otot seluruh tubuh sehingga tidak ada anggota tubuh yang tegang kecuali kedua kaki yang menopang berat badan. Saat pasrah tanpa disadari mata akan terpejam, kepala akan tertunduk, urat-urat di wajah mengendor, kedua bahu dan kedua tangan akan lemas terkulai. Pada saat inilah perasaan tenang dan damai muncul.
Dengan perasaan pasrah maka pikiran akan kosong, tidak ada lagi persoalan yang membebani pikiran, semua telah dilepaskan (direlakan), sehingga menghasilkan perasaan rileks, kemudian jiwa menjadi tenang dan damai.
Ketiga. Nyambung (Shilatun).
Sayid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran menyebutkan bahwa shalat adalah shilatun (nyambung) dan liqo’ (pertemuan) antara seorang hamba dan Tuhannya. Nyambung (connect/ shilatun) adalah getaran jiwa yang menghubungkan antara seorang hamba dengan Tuhannya.
Nyambung dilakukan setelah tercapai perasaan tenang dan damai akibat dari pasrah, dengan mengucapkan “takbiratul Ihram.” Nyambung adalah aktivitas batin dimana sang aku seolah tengah terbang keatas meninggalkan raga yang telah pasrah menuju kehadirat Sang Khalik. Mi’raj disertai dengan ucapan kalimat “takbiratul Ihram.”
Saat takbiratul ihram dengan mengucapkan kalimat “Allahu Akbar”, rasakan “sang aku” seolah terbang keatas meninggalkan raga yang telah pasrah menuju kehadirat Sang Khalik. Sang aku terbang keatas, berpisah dengan tubuh dan jiwa ini menyaksikan raga itu bukanlah “aku”.
Sengajakan sang aku pergi menuju Allah, menyatu bersama seluruh alam semesta dengan Sang Khalik. Inilah yang oleh para sufi disebut “wahdatul wujud”,yaitu menyatunya jiwa atau ruh yang berasal dari nurullah bersama Sang Khalik sumber nurullah. Wahdatul wujud ini dalam khasanah sufi jawa dikenal dengan istilah Manunggaling Kawula Gusti.
Proses “nyambung” ini bagi pemula membutuhkan waktu beberapa saat antara 5 sampai 10 detik, namun setelah terbiasa proses ini bisa berlangsung cukup singkat antara 1 sampai 2 detik saja. Setelah proses nyambung ini dilalui barulah membaca doa-doa wajib (al-fatihah) dan bisa pula ditambah doa sunah (doa iftitah dan ayat al quran).
Keempat, tuma’ninah sebagai kesadaran disetiap sikap dalam shalat
Tuma’ninah adalah sikap tenang sejenak untuk membangun kesadaran ilahiyah, yang dilakukan di awal pada setiap sikap dalam rukun shalat (berdiri, rukuk, duduk dan sujud).
Pada setiap setelah selesai melakukan suatu gerakan shalat, yaitu pada awal setiap sikap tubuh dalam rukun shalat, janganlah langsung membaca bacaan (sunah) shalat tetapi lakukan terlebih dahulu tuma’ninah.
Pada saat rukuk kita harus mempunyai kesadaran penuh bahwa kita sedang rukuk dalam rangka menyembah Sang Khalik. Pada saat sujud kita juga harus sadar bahwa kita sedang sujud. Demikian pula saat berdiri, duduk dan seterusnya.
Hakikinya tuma’ninah adalah sarana untuk membangkitkan kesadaran batin dengan cara tenang sejenak untuk melakukan 3 hal yaitu sadar, pasrah, dan nyambung.
Di antara kesalahan besar yang terjadi pada sebagian orang yang shalat adalah tidak melaksanakan tuma’ninah ketika shalat. Padahal tuma’ninah adalah salah satu rukun dalam shalat. Jika tidak melakukan tuma’ninah maka shalatnya tidak sah.
Indikator ketidak khusyu’an
Esensi khusyu’ adalah “kesadaran”. Sehingga pemahaman shalat yang khusyu’ adalah shalat yang dilakukan dengan penuh kesadaran, sejak saat niat sebelum takbiratul ihram, serta disetiap gerakan dan sikap shalat, hingga salam diakhir shalat, bahwa sepanjang shalat adalah komunikasi batin dengan Allah SWT. Empat hal yang harus dilakukan untuk menggapai kekhusyu’an adalah sadar, pasrah, nyambung dan tuma’ninah.
Agar kita dapat memelihara kekhusyu’an shalat, maka kita harus mengenali tanda-tanda ketidak khusyu’an. Apabila kita mendapati indikator tersebut maka kita harus segera mengembalikannya.
Dua indikator sederhana yang bisa dijadikan sebagai alat kontrol yang menunjukkan shalat yang kita lakukan tidak khusyu’ yaitu, pertama adalah apabila tubuh kita tidak rileks, urat-urat di wajah tegang, atau kedua bahu kaku. Hal itu mengindikasikan hilangnya kepasrahan karena ada sesuatu yang membebani pikiran.
Indikator kedua adalah apabila kita melakukan gerakan dan bacaan shalat secara otomatis tanpa melalui kesadaran jiwa, disebabkan karena rutinitas sehingga hafal seluruh gerakan dan doanya. Hal itu mengindikasikan bahwa shalat yang kita lakukan tanpa tuma’ninah, yang berarti tiadanya kesadaran.
Shalat adalahMi’raj-nya Orang Mukmin
Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa “Asshalatu mi’rajul mu’minin”, sesungguhnya shalat itu mi’raj-nya orang mukmin. Mi’raj adalah naiknya jiwa (nafs) seorang hamba menuju ke hadirat Sang Khalik dengan meninggalkan segala ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia.
Jika Nabi Muhammad SAW naik ke langit Sidratul Muntaha (mi’raj) dalam peristiwa Isra Mi’raj untuk bertemu langsung dengan Allah SWT, maka seorang mukmin melakukan mi’raj untuk bertemu dengan Allah SWT melalui sarana shalat.
Shalat adalah satu-satunya perintah yang diterima langsung oleh Nabi Muhammad (tanpa perantara Malaikat Jibril) saat beliau menghadap (mi’raj) kehadirat Allah SWT. Shalat pada hakekatnya adalah sarana mi’raj rohani mukmin untuk menuju kehadirat Allah SWT.
Demikianlah hasil perenungan dari pengalaman dan pencarian untuk menggapai shalat khusyu’ sebagai tips sederhana.
Sesungguhnya shalat merupakan salah satu dari rukun Islam yang bersifat praktis dan amat besar pahalanya. karena itu, melakukan shalat disertai dengan penuh penghayatan dan kekhusyuan sangat dianjurkan oleh syariat Islam. Hanya saja, untuk mencapai kekhusyuan dalam shalat itu sangat berat sekali. Ini karena Iblis telah bertekad bulat untuk berusaha menggoda dan menyesatkan manusia, seperti yang terungkap dalam al-Quran,"Kemudian saya (Iblis) akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang, dari kanan dan kiri mereka."
Dengan demikian, tipu daya Iblis yang paling hebat adalah berusaha memalingkan kekhusyuan umat yang tengah shalat dengan mempergunakan segala macam sarana (media). Di samping ia juga berusaha keras untuk menaburkan perasaan was-was ke dalam hati mereka ketika shalat. Dengan begitu, mereka tidak dapat lagi merasakan nikmatnya Ibadah shalat disamping tidak akan mendapatkan pahala dari Allah.
Betapa banyak manusia yang tergoda oleh tipuan setan sehingga dalam melakukan shalatnya tidak lagi dapat berkonsentrasi (khusyu'). Bahkan khusyu' dalam shalat meupakan perkara yang pertama kali dicabut oleh Allah dari permukaan bumi, padahal kita kini hidup pada akhir zaman. Keadaan ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Hudzaifah Radhiyallhu 'anhu:
"Mula-mua sesuatu yang kamu kehilangan dari agamamu adalah kekhusyuan. Sedangkan yang terakhirnya adalah shalat. Mungkin seseorang yang mengerjakan shalat, tetapi tidak mendapat kebaikan. Hampir-hampir kamu masuk masjid, tetapi tidak kamu jumpai orang-orang yang shalat dengan khusyu'."
Dibawah ini ada tips-tips untuk menjadikan shalat kita khusyu:
Persiapan Diri Untuk Shalat
Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal. Diantaranya menjawab seruan adzan dan dilanjutkan dengan berdoa sesudah adzan, menyempurnakan wudhu, menyiapkan diri untuk shalat dengan memilih pakaian yang bagus dan harum, bersegera pergi menuju masjid dengan ketenangan, menunggu shalat berjamaah dimulai dan segera melurus-rapatkan shaf (barisan) karena setan selalu mencari celah-celah untuk dilaluinya.
Thuma'ninah dalam Shalat
Orang yang tidak melakukan thuma'ninah dalam shalatnya, tidak mungkin dapat mencapai kekhusyuan, karena shalat yang dikerjakan dengan cepat-cepat dapat menghilangkan kekhusyuan dan dapat menghilangkan pahala.
"Sejahat-jahat manusia adalah pencuri, yaitu orang yang mencuri dari shalatnya." Qatadah bertanya,"Ya Rasulullah, bagaimana ia bisa mencuri shalatnya?" Beliau menjawab."Ia tidak emnyempurnakan ruku dan sujudnya."
(Ahmad)
Mengingat mati dalam shalat
"Ingatlah kematian dalam shalatmu, karena apabila seseorang mengingat kematian dalam shalatnya, sudah pasti ia akan berusaha keras untuk menyempurnakan shalatnya. Dan, shalatlah kamu seperti shalatnya seseorang yang tidak membayangkan bahwa dirinya bisa mengerjakan shalat sesudah itu." (As-silsilah Ash-Shahihah oleh Albani)
Menghayati ayat-ayat dan zikir yang dibaca serta berinteraksi dengannya
Diantara hal-hal yang dapat membantu kita menghayati al-Quran adalah membaca ayat-ayat al-Quran secara berulang-ulang sambil membiasakan diri mengamati artinya. Selain itu, hal lain yang dapat mebantu kita agar dapat menghayati ayat-ayat al-quran adalah dengan mengadakan interaksi dengan ayat-ayat tersebut. Juga diantara hal-hal yang dapat membantu penghayatan (terhadap ayat-ayat yang dibacanya) adalah membaca al-quran dan berbagai macam dzikir yang terdapat pada rukum-rukun shalat dengan segala variasinya.
Setelah dihafal maka dibaca, direnungkan dan difikirkannya. Diantara bukti interaksi kita terhadap ayat-ayat al-quran ialah ketika kita mengucapkan amin setelah membaca al-Fatihah. Atau seperti apa yang diriwayatkan Hudzaifah,"Pada suatu malam saya shalat bersama Rasulullah. Beliau membaca al-Quran dengan perlahan-lahan. Apabila melewati ayat yang mengandung tasbih, beliau pasti mebaca tasbih. Apabila melewati ayat yang berisikan permohonan (kepada Allah), belaiu memohon. Dan, apabila melewati ayat yang berisikan permohonan perlindungan beliau pasti memohon perlindungan (kepada Allah)." (Muslim)
Mentartil bacaan ayat per ayat
Metode memotong bacaan ayat per ayat dilakukan untuk lebih mempercepat memahami sekaligus menghayati ayat-ayat tersebut. Bahkan hal yang demikian itu merupakan Sunnah Nabi sebagaimana yang dituturkan oleh Ummu Salamah mengenai bacaan Rasulullah, "Bismillahirrahmaanirrahiim." Dalam satu riwayat disebutkan,"
Kemudian beliau berhenti sejenak, lalu membaca alhamdu lillahi rabbil 'alamiin, kemudian berhenti. Setelah itu membaca ar-rahmaanir rahiim." Dalam riwayat yang lain disebutkan,"Kemudian beliau berhenti, lalu membaca maaliki yaumid diin, sambil memutus-mutuskan ayat demi ayat."
Membaca dengan tartil dan memperbagus suara bacaannya
Membaca al-Quran dengan tartil dan perlahan-lahan itu lebih mendorong si pembacanya untuk menghayati dan bersikap khusyu. Keadaan yang demikian itu berbeda dengan membaca secara cepat den tergesa-gesa. Yang juga dapat membantu kekhusyuan dalam shalat adalah memperbagus suara bacaan.
Hal ini bukan berrati melenggak-lenggokkan suara dan membaca berdasarkan bacaan orang lain yang tidak benar. Akan tetapi suara itu dikatakan indah bila disertai dengan bacaan yang mengandung kesedihan, seperti disabdakan Nabi:
"Sesungguhnya di antara manusia yang suaranya bagus ketika membaca al-Quran adalah apabila kamu mendengar al-quran itu dibacanya, kamu mengira bahwa dia benar-benar takut kepada Allah." (Ibnu majah)
Menyadari bahwa Allah pasti Mengabulkan doa dalam shalatnya
"Apabila salah seseorang diantaramu berdiri shalat, sesungguhnya ia sedang bermunajah kepada Rabb-nya, maka hendaklah ia memperhatikan bagaimana cara bermunajah kepada-Nya (yang baik)." (Mustadrak al-Haakim)
Shalat dengan Menghadap dan dekat kepada Tabir
"Apabila salah seorang dari kalian shalat, hendaklah ia menghadap ke arah tabir dan dekat kepadanya." (Abu Daud)
"Apabila salah seorang kamu shalat ke arah tabir hendaklah mendekatinya, maka setan tidak dapat memutus kan shalatnya." (Abu Daud)
Meletakkan Tangan Kanan di atas Tangan Kiri di atas dada
Ibnu Hajar Rahimahullah berkata bahwa para ulama berkata,"Hikmah dari posisi tangan seperti itu ketika shalat adalah membuktikan sikap seseorang yang meminta dengan penuh kehinadinaan dan ketundukan. Keadaan seperti itu akan lebih mencegah dari sikap main-main (yang tidak ada kaiatannya dengan shalat) dan justru akan lebih mendekatkan kepada kekhusyuan."
Memandang ke tempat sujud
"Apabila shalat, Rasulullah biasa menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tanah (ke tempat sujud)." (Hakim)
Adapun dalam duduk Tasyahhud dianjurkan memandang ke arah jari telunjuk tangannya yang dipergunakan untuk isyarat sambil digerak-gerakkan.
Menggerak-gerakkan jari telunjuk
Bnayak sekali orang yang shalat mengabaikan masalah ini. Apalagi mereka tidak mengerti tentang manfaatnya yang begitu besar dan dampak positif yang ditimbulkan dalam rangka membantu tercapainya kekhusyuan. Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya menggerak-gerakkan jari telunjuk itu lebih dahsyat untuk mengalahkan syetan daripada besi." (Ahmad)
Membaca beragam surat, ayat, zikir, dan doa dalam shalat
Hal ini sangat membantu untuk selalu memiliki perasaan baru dalam menerima kandungan ayat, zikir, dan doa yang dibacanya. Hal ini juga merupakan Sunnah Nabi bahkan lebih sempurna dalam mencapai kekhusyuan. Misalnya dalam doa iftitah, terkadang kita membaca:
Allahamumma naa'id baini wa baina khathaayaaaya kama baa'adta bainal masyriqi wal maghribi ...
Dilain kesempatan kita membaca:
Subhaanaka Allahumma wa bi hamdika wa tabaaraka ismuka wa taala jadduka wa laa ilaaha ghaairuka
atau disaat yang lain membaca:
Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samaawaati wal ardha haniifan ....
Membaca Sujud Tilawah bila membaca ayat sajdah
Melakukan Sujud tilawah ketika shalat itu besar sekali gunanya karena dapat menambah kekhusyuan dalam shalat.
Berlindung kepada Allah dari godaan syetan
Untuk menghadapi tipu daya setan, sekaligus untuk menghilangkan waswas yang dibisikkan oleh setan, nabi telah menunjukkan kepada kita terapi berikut ini:
"Abul Aash berkata,"Ya Rasulullah, sesungguhnya setan telah menghalang-halangi antara aku dan shalatku serta bacaanku dan mengacaukannya terhadapku." Lalu Rasulullah bersabda,"Itulah setan yang dinamakan Khanzab. Jika kamu merasakan keberadaannya maka berlindunglah kepada Allah darinya dan meludahlah ke sebelah kirimu tiga kali." Kata Abul Aash," Lalu aku mengerjakan hal demikian itu, maka Allah menghilangkan hal itu dari diriku." (Muslim)
"Sesungguhnya apabila salah seorang kamu berdiri shalat maka datanglah setan untuk mengacaukan shalatnya dan membuatnya ragu sehingga tidak mengerti berapa rakaat dia telah mengerjakan shalat. Apabila salah seorang dari kamu merasakan demikian, hendaklah sujud dua kali dalam keadaan duduk."(Bukhari)
"Apabila salah seorang dari kamu mengerjakan shalat, lalu merasakan gerakan pada duburnya, apakah berhadats atau tidak, sehingga ia ragu-ragu maka sekali-kali janganlah keluar dari shalat (membatalkannya) sebelum mendengar (kentut) atau mencium baunya." (Thabrani)
Merenungi ihwal orang-orang salaf dalam mengerjakan shalat
Hal ini dapat menambah kekhusyaun dalam shalat sekaligus dapat terdorong untuk mengikuti jejak mereka. Misalnya seperti ibnu Zubair Radhiyallahu 'anhu berdiri dala melaksanakan shalat, dia bagaikan sebatang kayu karena khusyuknya. Ketika dia sujud, manjanik 'peluru' musuh mengenai bagian dari pakaiannya, namun dia tidak mengangkat kepalanya.
Sebagian mereka ada pula yang mukanya berubah menjadi kuning apabila ia berwudhu untuk menunaikan shalat. Ketika ditanyakan kenapa seperti itu, dia menjawab,"Aku mengerti bahwa aku akan berdiri di hadapan zat Yang Maha tinggi."
Mengetahui keistimewaan khusyu dalam shalat
"Sesungguhnya seseorang yang mengerjakan shalat, tidaklah dicatat baginya dari shalat kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya." (Ahmad)
"Siapa orang muslim yang waktu shalat wajib tiba lalu berusaha menyempurnakan wudhu, khusyu, dan rukunya, maka shalatnya itu menjadi penghapus dosa-dosa selama setahun selama dia tidak mengerjakan dosa besar." (Muslim)
Bersungguh-sungguh dalam berdoa ditempat-tempat tertentu terutama dalam sujud
"Seseorang yang paling dekat kepada Allah ialah ketiak ia dalam keadaan sujud. Maka perbanyaklah berdoa (didalamnya)." (Muslim)
Membaca dzikir-dzikir sesudah shalat
Jika kita mau mengamati dzikir-dzikir yang dibaca setelah shalat, akan kita dapatkan dzikir-dzikir tersebut dimulai dengan istighfar sebanyak tiga kali. Bacaan istighfar itu menggambarkan seolah-olah orang yang shalat itu memohon ampunan kepada Allah atas segala kekurangan yang dilakukannya selama shalat, atas usahanya yang belum optimal dalam mencapai kekhusyuan dalam shalat.
Berusaha menghilangkan sesuatu yang dapat mengganggu orang shalat
Termasuk kategori semacam ini adalah berhati-hati melakukan shalat di tempat-tempat yang sangat gaduh dan bising karena disampingnya banyak orang yang ngobrol ke sana ke mari.
Hendaknya menghindarkan diri dari melakukan shalat ditempat-tempat hiburan dan segala sesuatu yang dapat mengganggu pandangannya. Di samping itu, hendaknya juga menghindarkan diri dari melaksanakan shalat ditempat-tempat yang amat panas.
Hendaknya tidak melakukan shalat dengan memakai pakaian yang ada hiasan, tulisan, warna-warni atau gambar-gambar yang mengganggu orang shalat
Jangan shalat sementara hidangan telah tersedia
"Tidak (boleh) shalat sementara makanan telah tersedia di hadapannya." (Muslim)
Jangan mengerjakan shalat shalat sambil menahan buang air
"Apabila salah seorang kamu hendak pergi ke jamban sementara shalat telah dimulai, maka hendaklah didahulukan pergi ke jamban." (Abu Daud)
Hendaklah tidak mengerjakan shalat dalam keadaan mengantuk
"Apabila salah seorang dari kalian mengantuk, sedangkan ia mengerjakan shalat, maka hendaklah tidur hingga hilanglah kantuknya, karena apabila mengantuk maka ia tidak mengerti yang seharusnya ia beristighfar , namun nyatanya ia mencaci maki dirinya sendiri." (Bukhari)
Hendaknya tidak shalat di belakang orang yang berbicara atau tidur
"Janganlah kamu melaksanakan shalat dibelakang orang yang sedang tidur dan jangan pula dibelakang orang yang sedang berbicara." (Abu Daus)
Tidak Menyibukkan diri dengan meratakan kerikil/pasir/tanah (Tempat Sujud)
"Janganlah kamu menyapu (pasir) padahal kamu sedang shalat. Tetapi jika kamu perlu maka (boleh) menyapu sekali saja." (Abu Daud)
Tidak mengganggu orang lain dengan bacaan (keras)
"Ketahuilah, sesungguhnya kalian sedang bermunajah kepada Allah, maka sekali-kali janganlah sebagian kamu mengganggu sebagian yang lain dalam shalatnya, dan janganlah sebagian kamu mengeraskan bacaan terhadap sebagian yang lain." Atau beliau bersabda,"Janganlah sebagian dari kalian mengeraskan suara dengan bacaan al-Quran." (Ahmad)
Tidak Menoleh dalam Shalat
"Allah Azza wa Jalla senantiasa menghadap kepada seseorang yang tengah shalat selama ia tidak berpaling muka. Apabila ia berpaling muka maka Allah pun berpaling darinya." (Abu Daud)
Tidak menengadahkan Pandangan
"Apabila salah seorang dari kalian sedang melaksanakan shalat maka sekali-kali jangan menengadahkan pandangannya agar penglihatannya tidak berkilau." (Ahmad)
Tidak meludah ke arah depan ketika shalat
"Apabila seseorang dari kamu sedang shalat maka janganlah meludah ke depan karena Allah berada dihadapannya ketika ia sedang shalat." (Bukhari)
"Apabila salah seorang dari kalian berdiri shalat maka sebenarnya ia sedang bermunajah kepada Rabb-nya. Allah berada diantara dia dan kiblatnya. Janganlah meludah ke arah kiblatnya, tetapi hendaklah di sebelah kiri atau dibawah tumitnya." (Bukhari)
Apabila lantai masjid itu dilapisi sajadah dan sejenisnya sebagaimana yang kita saksikan pada zaman sekarang, maka bila dianggap perlu kita mengeluarkan sapu tangan atau sejenisnya lalu meludah ke dalamnya kemudian menyimpan sapu tangan tersebut.
Berusaha secara maksimal untuk tidak menguap ketika shalat
"Apabila salah seorang dari kalian sedang menguap dalam shalat maka tahanlah semampu mungkin karena setan masuk (mengganggunya)." (Muslim)
Tidak Berkacak Pinggang
"Nabi melarang orang shalat dengan berkacak pinggang." (Abu Daud)
Tidak mengulurkan kain sampai ke tanah dalam shalat
"Rasulullah melarang mengulurkan kain sampai ke tanah ketika shalat dan juga melarang seseorang menutup mulutnya." (Abu Daud)
Tidak boleh meniru-niru Binatang
Larangan meniru-niru binatang mencakup beberapa sifat shalat dan gerakannya. Ada riwayat bahwa Rasulullah melarang tiga perkara dalam shalat: mematuk seperti burung gagak (rukuk dan sujudnya cepat), membentangkan tangan bagaikan binatang buas, dan menguasai tempat tertentu (di dalam masjid untuk shalat) seperti unta menderum. (H.R Ahmad)