Ada orang-orang yang sangat anti dengan kata Sayyidina. Sampai-sampai seorang jamaah mengadu, “Ustadz, ketika saya memutar CD ceramah Ustadz, saudara saya yang mendengarnya langsung menyuruh saya agar mematikannya, karena Ustadz menyebut, ‘Sayyidina Muhammad (Saw)’ di awal ceramah”. Tentulah ini berangkat dari fanatisme dan kejahilan.
Kata Sayyid yang berarti tuan atau pemimpin bukanlah kata yang dibuat-buat generasi belakangan. Rasulullah Saw sendiri menggunakan kata Sayyid dalam ucapannya,
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَنَّ أَهْلَ قُرَيْظَةَ نَزَ لُوا عَلَى حُكْمِ سَعْدٍ فَأرَْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِ فَجَاءَ فَقَالَ قُومُوا إِلَى سَي دِكُمْ
Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Penduduk Quraizhah berada di bawah kepemimpinan Sa’ad bin Mu’adz. Rasulullah Saw mengutus utusan agar membawa Sa’ad (ke Madinah). Maka Sa’ad bin Mu’adz pun datang. Ketika ia datang, Rasulullah Saw berkata kepada orang-orang Anshar, “Berdirilah kalian untuk pemimpin kalian”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dalam pembahasan ini saya bagi pembahasan penggunaan kata Sayyidina menjadi dua: menggunakan kata Sayyidina di luar shalat dan kata Sayyidina di dalam shalat.
Menyebut “Sayyidina Muhammad Saw” di Luar Shalat.
Allah SWT berfirman :
فَنَادَتْه الْمَلاَئِكَة وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِ ي فِي الْمِحْرَ اب أَنَّ اللََّّ يُبَ شرُكَ بِيَحْيَى مُصَ دقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللََّّ وَسَي دًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
“Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu)”. (Qs. Al ‘Imran [3]: 39). Jika untuk nabi Yahya as digunakan kata [وَسَي دًا ], mengapa kata Sayyid tidak boleh digunakan untuk Nabi Muhammad Saw yang Ulul’Azmi dan memiliki keutamaan lainnya.
Memanggil nabi tidaklah sama seperti menyebut nama orang biasa, demikian disebutkan Allah Swt:
لَا تَجْعَلوُا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain)”. (Qs. An-Nur [24]: 63). Ini adalah perintah dari Allah Saw, meskipun perintah ini bukan perintah yang mengandung makna wajib, akan tetapi minimal tidak kurang dari sebuah anjuran, dan mengucapkan Sayyidina Muhammad adalah salah satu bentuk penghormatan dan memuliakan Nabi Muhammad SAW.
Adh-Dhahhak berkata dari Ibnu Abbas, “Mereka mengatakan, ‘Wahai Muhammad’, dan ‘Wahai Abu al-Qasim’. Maka Allah melarang mereka mengatakan itu untuk mengagungkan nabi-Nya”. Demikian juga yang dikatakan oleh Mujahid dan Sa’id bin Jubair. Qatadah berkata, “Allah memerintahkan agar menghormati nabi-Nya, agar memuliakan dan mengagungkannya serta menggunakan kata Sayyidina”. Muqatil mengucapkan kalimat yang sama. Imam Malik berkata dari Zaid bin Aslam, “Allah memerintahkan mereka agar memuliakan Nabi Muhammad Saw”.
Adapun beberapa dalil dari hadits, dalam hadits berikut ini Rasulullah SAW menyebut dirinya dengan lafaz Sayyid di dunia, beliau juga mengingatkan akan kepemimpinannya di akhirat kelak dengan keterangan yang jelas sehingga tidak perlu penakwilan, berikut ini kutipannya:
Riwayat Pertama:
Abu Hurairah berkata, “Rasulullah SAW bersabda,
أَنَا سَي د وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Aku adalah Sayyid (pemimpin) anak cucu (keturunan) Adam pada hari kiamat”.
Dalam riwayat lain dari Abu Sa’id Al Khudri dengan tambahan, وَلَا فَخْرَ “Bukan keangkukan”. Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah, أَنَا سَي د النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Aku adalah pemimpin manusia pada hari kiamat”. (HR. al-Bukhari, Muslim at-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, asy-Syama’il, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Khuzaimah dalam At-Tauhid, hal.242-244, Ibnu Hibban, al-Baghawi (4332), an-Nasa’i dalam al-Kubra).
Riwayat Kedua:
Dari Sahl bin Hunaif, ia berkata, “Kami melewati aliran air, kami masuk dan mandi di dalamnya, aku keluar dalam keadaan demam, hal itu disampaikan kepada Rasulullah SAW, beliau berkata, ‘Perintahkanlah Abu Tsabit agar memohon perlindungan’. Maka aku katakan, يَا سَي دِي وَالرُّقَى
صَالِحَة ‘Wahai tuanku, ruqyah itu baik’. Beliau menjawab,
لَا رُقْيَة إِلَّا فِي نَعْسٍ أَوْ حُمَةٍ أوَْ لَدْغَةٍ ‘Tidak ada ruqyah kecuali pada jiwa atau demam panas atau sengatan (binatang berbisa)’.”
Perhatikan, dalam hadits ini Sahl bin Hunaif memanggil Rasulullah SAW dengan sebutan Sayyidi dan Rasulullah Saw tidak mengingkarinya. Ini adalah dalil pengakuan dari Rasulullah Saw. Tidak mungkin Rasulullah SAW mengakui suatu perbuatan shahabat yang bertentangan dengan syariat Islam.
Riwayat Ketiga:
Terdapat banyak riwayat yang shahih yang menyebutkan lafaz Sayyidi yang diucapkan para shahabat. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan Aisyah dalam kisah kedatangan Sa’ad bin Mu’adz. Rasulullah Saw berkata:
قُومُوا إِلَى سَي دِ كم فَأَنْزَلُوْه “Berdirilah kamu untuk (menyambut) pemimpin kamu”.
Al-Khaththabi berkata dalam penjelasan hadits ini, “Dari hadits ini dapat diketahui bahwa ucapan seseorang kepada sahabatnya, “Ya sayyidi (wahai tuanku)” bukanlah larangan, jika ia memang baik dan utama. Tidak boleh mengucapkan itu kepada seseorang yang jahat”.
Riwayat Keempat:
Diriwayatkan dari Abu Bakarah, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah Saw, al-Hasan bin Ali berada di sampingnya, saat itu ia menyambut beberapa orang, beliau berkata,
إِنَّ ابْنِي هَذَا سَي دٌ وَلَعَلَّ اللََّّ أَنْ يصُْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئتََيْنِ عَظِيمَتيَْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
“Sesungguhnya anakku ini adalah seorang pemimpin, semoga dengannya Allah mendamaikan dua kelompok besar kaum muslimin”. (HR. al-Bukhari).
Riwayat Kelima:
Umar bin al-Khaththab ra berkata, أَبوُ بَكْرٍ سَي دُنَا وَأَعْتَقَ سَي دَنَا يَعْنِي بِلَالًا
“Abu Bakar adalah pemimpin kami, ia telah membebaskan pemimpin kami”, yang ia maksudkan adalah Bilal. (HR. al-Bukhari).
Riwayat Keenam:
Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan bahwa Ummu Ad-Darda’ berkata,
حَدَّثنَِي سَي دِي أَبُو الدَّرْدَاءِ
“Tuanku Abu Ad-Darda’ memberitahukan kepadaku, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda,
دُعَاءُ الأَخ لأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتجََابٌ
“Doa seseorang untuk saudaranya tanpa sepengetahuannya itu adalah doa yang dikabulkan”.
Riwayat Ketujuh:
Rasulullah Saw bersabda, الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ سَي دَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنةَِّ
“Al-Hasan dan al-Husein adalah dua pemimpin pemuda penghuni surga”. (HR. at-Tirmidzi, hadits hasan shahih).
Riwayat Kedelapan:
Rasulullah Saw bersabda,
أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ سَي دَا كُهُولِ أَهْلِ الْجَنَّةِ مِنْ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ مَا خَلَا النَّبِي ينَ وَالْمُرْسَلِينَ
“Abu Bakar dan Umar adalah dua pemimpin orang-orang tua penghuni surga dari sejak manusia generasi awal hingga terakhir, kecuali para nabi dan rasul”. (HR. at-Tirmidzi).
~ * ~