Alasan-alasan Nazar

حَدَّ ثَنَا أ بُو نُعَيْمٍ حَدَّ ثَنَا سُفَيَا نُ عَنْ مَنْصُو رٍعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا

قَا لَ نَهَى ا لنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْه وَ سَلَّمَ عَنُ النَّذْ رِ وَ قَا لَ:

إ نَّهُ لَا يَرُدّ ُ شَيْءًا وَ إِنَّمَا يُسْتْخْرَجُ بِهِ مِنْ الْبَخِيلِ

(رواه البخاري : كتا ب النذ ر- با ب إ لقا ء النذ ر العبد إلى القدر )

Artinya :

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk bernazar, beliau bersabda:

“Nazar sama sekali tidak bisa menolak sesuatu. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang bakhil (pelit)’.”

(HR. Bukhari no. 6693 dan Muslim no. 1639)

Syarah :

• Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa nazar itu terlarang. Demikianlah pendapat jumhur (mayoritas ulama) yang memakruhkan bernazar. Akan tetapi, jika terlanjur mengucapkan, maka nazar tersebut tetap wajib ditunaikan.