وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
Arab-Latin:
wa āti żal-qurbā ḥaqqahụ wal-miskīna wabnas-sabīli wa lā tubażżir tabżīrā
Terjemahan:
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Arab-Latin:
innal-mubażżirīna kānū ikhwānasy-syayāṭīn, wa kānasy-syaiṭānu lirabbihī kafụrā
Terjemahan:
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Penjelasan:
Alquran menjelaskan bahwa dalam memberikan harta, baik kepada sanak saudara atau orang lain yang membutuhkan, maupun membelanjakannya harus dilakukan secara wajar, tidak pelit dan tidak berlebihan. Dengan demikian, kata tahzir mengacu kepada hal-hal yang dilarang dan atau tidak bermanfaat bagi masyarakat. Berawal dari keserakan inilah perilaku tahzir akan tumbuh subur dalam jiwa seseorang. Sikap tahzir antara lain bisa dilihat dari gaya hidup seseorang yang selalu ingin memiliki apa saja yang menjadi keinginan nafsunya. Akibatnya, seseorang bisa menghalalkan segala cara untuk mencapai hasratnya, termasuk dengan mengeskploitasi alam secara berlebihan yang akan berdampak pada kerusakan alam dan mengancam keberlanjutan hidup manusia.