Hukum Dakwah Melalui Media Sosial


Bismillahirrahmanirrahim

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta, dalam rapatnya yang berlangsung pada hari hari Sabtu tanggal 11 November 2017 M/22 Shafar 1439 H yang membahas tentang Hukum Dakwah Melalui Media Sosial setelah:

MEMBACA :

  1. Fatwa MUI Pusat nomor 24 tahun 2017 tentang pedoman bermuamalah melalui media sosial;
  2. Buku Pedoman Dakwah Islam Wasathiyah MUI Pusat Tahun 2017;
  3. Permohonan fatwa dari Forum Komunikasi para Dai Jakarta berkaitan dengan hukum Dakwah di Media Sosial.

MENIMBANG :

  1. Bahwa Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberikan kemudahan dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi di tengah masyarakat;
  2. Bahwa Kemudahan berkomunikasi dan memperoleh informasi melalui media digital berbasis media sosial dapat mendatangkan kemaslahatan bagi umat manusia, seperti mempererat tali silaturahim, untuk kegiatan Dakwah, pendidikan, ekonomi, dan kegiatan positif lainnya;
  3. Bahwa Penggunaan media sosial seringkali tidak disertai dengan rasa tanggung jawab sehingga sering menjadi sarana untuk penyebaran informasi yang tidak benar, hoax¸ fitnah, ghibah, namimah, gosip, pemutarbalikan fakta, ujaran kebencian, permusuhan, kesimpangsiuran, informasi palsu, dan hal terlarang lainnya yang menyebabkan disharmoni sosial.

MENGINGAT :

1.    Firman Allah SWT, antara lain:

a.    Q.S. Al-Nahl/16: 125

اُدْعُ إِلِى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik(pula). Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

b.    Q.S. Ali ‘Imran/3: 104

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.

c.    Q.S. Ali ‘Imran/3: 110

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

d.    Q.S. Al-Ahzab/33: 45-46

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا – وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا

Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi.”

e.    Q.S. Al-Ma`idah/5: 67

يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Wahai Rasul! Sampaikanlah (semua) apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak kamu lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

f.    Q.S. Al-Baqarah/2: 143

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam); umat pertengahan (yang adil dan pilihan) agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.

g.    Q.S. Al-Hujurat/49: 6

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatanmu itu.

h.    Q.S. Al-Nur/24: 16

وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ

Dan mengapa kalian tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu, “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar.

i.    Q.S. Al-Nur/24: 19

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آَمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.

j.    Q.S. Al-Hujurat/49: 12

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

k.    Q.S. Al-Humazah/104: 1

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ

Celaka bagi setiap pengumpat lagi pencela.

l.    Q.S. Al-Qalam/68: 10-11

وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ . هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ

Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, yang suka mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah.

m.    Q.S. Al-Ma`idah/5: 8

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآَنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum, mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.

n.    Q.S. Al-Ahzab/33: 58

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.

2.    Hadis Nabi Muhammad SAW, antara lain:

a.   Hadis riwayat Al-Bukhari

عَنْ سَهْلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَعْنِي ابْنَ سَعْدٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ خَيْبَرَ … اُنفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ فَوَاللَّهِ لأَنْ يَهْدِىَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d. Dia berkata, Nabi −shalawat dan salam untuknya− bersabda di saat perang Khaybar, … “Ajaklah mereka memeluk Islam dan beritahu mereka apa-apa yang diwajibkan atas mereka yang berupa hak Allah di dalamnya. Demi Allah, Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu daripada engkau memiliki unta merah.”

b.    Hadis riwayat Al-Bukhari

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً ، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّار

Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr −semoga Allah meridhainya, bahwa Nabi −shalawat dan salam untuknya− bersabda, “Sampaikan dariku walau sepotong ayat, dan tidak mengapa mengambil (cerita) daripada Bani Israel, (akan tetapi) sesiapa yang berdusta di atas namaku secara sengaja, maka tempatilah tempat duduknya di neraka.”

c.    Hadis riwayat Al-Bukhari

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Diceritakan dari Abu Hurayrah −semoga Allah meridhainya. Dia berkata, Rasulullah −shalawat dan salam untuknya− bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah menyakiti tetangganya. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakan tamunya. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau diamlah.” (redkasi dikutip dari Al-Bukhari).

d.    Hadis riwayat Muslim

عَنْ أَبِيْ سَعِيدٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ

Diriwayatkan dari Abu Sa’id −semoga Allah meridhainya. Dia berkata, aku mendengar Rasulullah −shalawat dan salam untuknya− bersabda, “Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya (kekuatannya), apabilaia tidak mampu (mencegah dengan tangan) maka hendaklah ia mengubah dengan lisannya, dan apabila (dengan lisan) ia juga tidak mampu maka hendaklah ia mengubah dengan hatinya, danyang demikian ini adalah selemah-lemahnya iman.”

e.    Hadis riwayat Muslim

عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

Diriwayatkan dari Tamim Al-Dari bahwa Nabi −shalawat dan salam untuknya− bersabda, “Agama itu adalah nasehat.” Kami bertanya, “Untuk siapa itu?” beliau bersabda, “Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin, dan kaum muslimin.”

f.    Hadis riwayat Muslim, Ahmad, Al-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Darimi

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

Diriwayatkan oleh Abu Hurayrah −semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah −shalawat dan salam untuknya− bersabda, “Siapa yang mengajak kepada hidayah, maka ia akan mendapatkah pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya dan tidak mengurangi sedikitpun pahala mereka. Siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, dan tidak mengurangi sedikitpun dosa mereka.” (redaksi dikutip dari Muslim)

g.    Hadis riwayat Muslim

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud −semoga Allah meridhainya, Dia berkata, Rasulullah −shalawat dan salam untuknya− bersabda, “Wajib atas kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan (pelakunya) kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada Surga. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur. Dan jauhilah oleh kalian sifat dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan pelakunya kepada keburukan, dan keburukan itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk selalu berdusta sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.”

h.    Hadis riwayat Muslim

عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

Diceritakan oleh Abu Hurayrah −semoga Allah meridhainya. Dia berkata, Rasulullah −shalawat dan salam untuknya− bersabda, “Cukuplah seseorang (dianggap) berdusta jika ia menceritakan semua yang ia dengar.”

3.    Kaidah Fiqh

a.    Prinsip urgensi niat

الْأُمُورُ بِمَقَاصِدِهَا

Segala sesuatu tergantung dengan maksud tujuannya. 1]

b.    Prinsip dasar hukum muamalah

 أَنَّ الْأَصْلَ فِي الْعُقُودِ وَالشُّرُوطِ الْجَوَازُ وَالصِّحَّةُ، وَلَا يَحْرُمُ وَيَبْطُلُ مِنْهَا إلَّا مَا دَلَّ عَلَى تَحْرِيمِهِ، وَإِبْطَالِهِ نَصٌّ، أَوْ قِيَاسٌ

Pada prinsipnya dalam akad dan syarat adalah boleh dan sah. Ia tidak haram dan tidak batal kecuali akad dan syarat di mana terdapat nash atau qiyas yang membuktikan kebatalannya. 2]

c.    Prinsip kesetaraan tulisan dengan lisan

 الْكِتَابُ كَالْخِطَابِ

Tulisan memiliki konsekuensi hukum sama dengan ucapan. 3]

MEMPERHATIKAN:

Pendapat Al-Nawawi yang mengatakan,

وَأَمَّا مَعْنَى الْحَدِيث وَالْآثَار الَّتِي فِي الْبَاب فَفِيهَا الزَّجْر عَنْ التَّحْدِيث بِكُلِّ مَا سَمِعَ الْإِنْسَان فَإِنَّهُ يَسْمَع فِي الْعَادَة الصِّدْقَ وَالْكَذِبَ ، فَإِذَا حَدَّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ فَقَدْ كَذَبَ لِإِخْبَارِهِ بِمَا لَمْ يَكُنْ

Adapun makna hadits ini dan makna atsar-atsar lain yang senada adalah peringatan keras agar tidak selalu menceritakan setiap informasi yang didengar oleh seseorang menginat seseorang biasanya mendengar berita benar dan berita bohong. Jika dia selalu menceritakan setiap apa yang didengarnya maka (pasti) dia berbohong karena menginformasikan sesuatu yang tidak terjadi. 4]

MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN:
FATWA HUKUM DAKWAH MELALUI MEDIA SOSIAL

Pertama : Ketentuan Umum

Yang dimaksud dengan Dakwah melalui media sosial adalah konten dakwah yang menggunakan media elektronik, dengan menciptakan isi tulisan maupun gambar dalam bentuk blog, jejaring sosial, forum, dunia virtual, dan bentuk lain.

Kedua : Ketentuan Hukum

Hukum dakwah melalui media sosial adalah mubah (boleh).

Ketiga : Rekomendasi

  1. Menghimbau kepada masyarakat agar bijak dalam bermuamalah di media sosial, sehingga menjadi media sosial dapat menjadi sarana amar makruf nahi mungkar demi meraih pahala di sisi Allah swt.
  2. Agar dakwah melalui media sosial memperhatikan penyebaran informasi yang tidak benar, hoax¸ fitnah, ghibah, namimah, gosip, pemutarbalikan fakta, ujaran kebencian, permusuhan, kesimpangsiuran, informasi palsu, dan hal terlarang lainnya yang menyebabkan disharmoni sosial.
  3. Menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini, agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya.

Keempat : Ketentuan Penutup

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari membutuhkan penyempurnaan maka akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 November 2017

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA

Ketua, Sekretaris,
ttd ttd
Dr. K.H. A. Lutfi Fathullah, M.A. Dr. K.H. Fuad Thohari, M.A.

Mengetahui,
DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA

Ketua Umum, Sekretaris Umum,
ttd ttd
KH. A. Syarifuddin A. Gani, MA KH. Zulfa Mustofa MY

  1. Jalal al-din al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazha`ir (Cet I; Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1411/1990), h. 8.
  2. Ibn Al-Taymiyyah, al-Fatawa al-Kubra, Juz 4 (Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1408/ 1987), h. 79.
  3. Ibnu Nujaym, Al-Asybah wa Al-Nazha`ir (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1419/1999), h. 292.
  4. Yahya ibn Syaraf Al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘alaa Muslim, Juz 1 (Cet II; Beirut: Dar Ihya` al-Turats al-‘Arabi, 1392), h. 75.