Analisis Kualitas Sanad


Hadis meminta keselamatan pada Allah yang biasa dibaca sesudah salam (menyelesaikan shalat) ini terdapat pada tujuh kitab yaitu; (1) Di dalam Shahih Muslim, (2) Sunan Abu Daud, (3) Sunan At-Tirmidzi, (4) Sunan An-Nasai, (5) Sunan Ibnu Majah, (6) Sunan Ad-Darimi dan (7) Musnad Ahmad bin Hanbal.

Pada riwayat muslim terdapat dua orang perawi yang ditajrih (diklaim negatif) oleh Ibnu Hajar yaitu Khalid bin Mihran dan Abu Khalid Al-Ahmar (Sulaiman bin Hayyan). Khalid bin Mihran berstatus tabi’in kecil (الصغرى من التابعين) dan ditajrih dengan lafadz ثقة يرسل (adil dan dlabit tetapi mursal). Karena yang terputus adalah ‘Aisyah yang berstatus sahabat dan yang memutuskan adalah Khalid bin Mihran yang berstatus tabi’in maka hadis yang sanadnya terdapat perawi yang bernama Khalid bin Mihran ini dinyatakan sebagai hadis dha’if yang mursal tabi’i (dla’if dari segi gugurnya rawi). Alasan keterputusan sanad tersebut dikarenakan setelah ditelusuri bioghrafinya, Khalid bin Mihran tidak mengakui mempunyai guru yang bernama ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq padahal dalam teks hadisnya menggunakan lafadz ‘an (عن) sehingga kelihatannya bersambung sanadnya yaitu Khalid bin Mihran menerima hadis tersebut dari ‘Aisyah (خالد بن مهران عن عائشة).

Begitu juga Abu Khalid Al-Ahmar alias Sulaiman bin Hayyan, oleh Ibnu Hajar ditajrih dengan lafadz صدوق يخطئ (jujur tetapi suka salah), hal ini berarti yang bermasalah adalah pada hafalannya, sehingga menyebabkan dia ditajrih (diklaim dla’if). Akan tetapi sanadnya tidak ada yang terputus yaitu; dari Rasul SAW kepada ‘Aisyah kepada ‘Abdullah bin Al-Harits kepada ‘Ashim bin Sulaiman kepada Abu Khalid Al-Ahmar kepada Ibnu Numair dan kepada Muslim. Setelah penulis menelusuri bioghrafi mereka tidak ada yang terputus, artinya antara guru dan murid saling mengakui adanya keterkaitan dalam proses transformasi hadis tersebut. Sehingga hadis ini dikategorikan sebagai hadis dla’if dari segi cacatnya rawi. Tetapi masih banyak dari jalur-jalur yang lain yang berkualitas tsiqat sehingga hadis yang dla’if karena sebab gugurnya rawi dan karena sebab cacatnya rawi tersebut dapat naik derajatnya menjadi hadis hasan.

Pada riwayat Abu Daud, terdapat satu orang perawi ditajrih yaitu Khalid Al-Hidza’ alias Khalid bin Mihran dengan lafadz ثقة يرسل (tsiqat tetapi mursal) dengan rangkaian sanad; Dari Rasulullah kepada ‘Aisyah kepada ‘Abdullah bin Al-Harits kepada Khalid Al-Khidza’ (Khalid bin Mihran) kepada Syu’bah bin Al-Hajjaj kepada Muslim bin Ibrahim dan kepada Abu Daud. Dengan demikian jalur ini dla’if dari segi terputusnya sanad. Akan tetapi pada jalur-jalur lainnya riwayat Abu Daud ini tsiqat sehingga bisa menguatkan hadis yang dla’if tadi, sehingga bisa naik derajatnya menjadi hadis hasan.

Pada riwayat An-Nasa’i juga terdapat satu perawi yang ditajlih yaitu Al-Walid bin Muslim dengan lafadz tajrih sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Hajar yaitu: ثقة لكنه كثير التدليس والتسوية (tsiqat tetapi banyak melakukan tadlis dan taswiyah). Tadlis yaitu menyembunyikan cacat yang ada pada sanad, sedangkan taswiyah adalah merupakan bagian dari tadlis isnad yaitu jika si rawi meriwayatkan dari gurunya, tetapi si rawi menggugurkan rawi dla’if yang terletak diantara dua rawi tsiqah, yang keduanya saling bertemu.[463] Dengan demikian pada jalur yang terdapat Al-Walid bin Muslim ini dinyatakan sebagai hadis dla’if , tetapi bisa naik derajatnya menjadi hadis hasan karena ada jalur-jalur lain yang tsiqah yang bisa mendukungnya.

Pada riwayat Ibnu majah pun pada sanadnya terdapat satu orang yang ditajrih yaitu Abdul Hamid bin Habib dengan lafadz tajrih صدوق ربما اخطأ artinya dia jujur tetapi terkadang salah, dengan demikian persoalannya pada hafalannya yang lemah. Jadi hadis ini masuk kategori hadis hasan karena memiliki kriteria seperti hadis shahih tetapi kekuatan hafalannya lemah.

Kemudian pada riwayat Ahmad bin Hambal, terdapat tiga orang perawi yang ditajrih yaitu ‘Ali bin ‘Ashim (صدوق يخطئ), Sufyan bin Sa’id (ثقة حافظ ربما دلس) dan Abu Ishaq Ath-Thaliqani alias Ibrahim bin Ishaq bin ‘Isa (صدوق يغرب). Dengan demikian jalur sanad yang terdapat nama ketiga perawi tersebut masuk kategori hasan, tetapi bisa naik derajatnya menjadi shahih li ghairihi karena ada jalur-jalur lain yang mendukungnya, dan hadis tersebut maqbul artinya dapat ditrima serta menjadi hujjah sehingga dapat diamalkan dalam hidup sehari-hari.

[463] Lihat Mahmud Thahan, Ilmu Hadis Praktis, hal. 97, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, 2005.