Melihat Ke-‘illat-an Sanad


b. Melihat ke-‘illat-an sanad

Kualitas para perawi mendukung sebuah hadis menjadi lebih berbobot dan diakui keabsahannya. Seperti halnya pada hadis tentang doa memohon keselamatan kepada Allah ini, yang pada umumnya dilakukan setelah selesai melaksanakan shalat (salam). Untuk melihat kualitas sanad-sanad hadis tersebut, maka penulis melihat ketentuan para ulama hadis dalam kitab Rijal yang pada kesempatan ini menggunakan pendapat Ibnu Hajar.

Menurut Ibnu Hajar Khalid bin Mihran itu tsiqah (adil dan dlabit) akan tetapi dia juga mursal ini terbukti dalam lafadz hadisnya mengakui dari ‘Aisyah tetapi setelah ditelusuri dalam bioghrafi Khalid bin Mihran tersebut tidak punya guru yang bernama ‘Aisyah, sehingga pada skema sanad digambarkan dari ‘Aisyah ke Khalid bin Mihran panahnya terputus-putus sebagai gambaran bahwa terjadi kecacatan pada sanad riwayat muslim dari jalur Khalid bin Mihran tersebut. Adapun rangkaian sanad yang terdapat cacat tersebut yaitu Dari ‘Aisyah ke Khalid bin Mihran ke Syu’bah, ke ‘Abdush Shamad ke ‘Abdul Warits lalu ke Muslim. Dan riwayat Muslim yang lain yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar terdapat kecacatan yaitu pada guru Ibnu Numair yang bernama Abu Khalid Al-Ahmar alias Sulaiman bin Hayyan, Ibnu Hajar mengatakan bahwa Sulaiman bin Hayyan itu jujur tetapi suka salah, dalam hal ini berarti berkaitan dengan hafalannya yaitu lemah.

Begitu juga pada riwayat Abu Daud terdapat perawi yang cacat dalam sanadnya yaitu yang bernama Khalid Al-Hidza alias Khalid bin Mihran perawi yang sama yang menjadi salah satu perawi pada sanad Muslim.

Pada riwayat An-Nasai ada salah satu perawi yang disebut oleh Ibnu Hajar sebagai orang yang tsiqah tetapi banyak tadlis dan taswiyahnya[466] yaitu yang bernama Al-Walid bin Muslim, ini menyebabkan terjadinya cacat pada sanad riwayat An-Nasa’i tersebut.

Pada riwayat Ibnu Majah terdapat satu perawi yang cacat dalam sanadnya yaitu ‘Abdul Hamid bin Habib, menurut Ibnu Hajar dia termasuk orang yang jujur tetapi terkadang salah. Begitu pula pada riwayat Ahmad bin Hanbal terdapat satu orang yang cacat yaitu yang bernama ‘Ali bin ‘Ashim. Akan tetapi masih ada jalur-jalur lain yang tsiqah sehingga bisa mengangkat derajat hadis tersebut dari dla’if menjadi hasan.

[466]Tadlis yaitu menyembunyikan cacat yang ada pada sanad, lalu menampakkannya bagus. Sedangkan Taswiyah yaitu jika si rawi meriwayatkan dari gurunya, tetapi si rawi menggugurkan rawi dla'if yang terletak di antara dua rawi tsiqah, yang salah satu (dari dua rawi tsiqah ini) saling bertemu.Jadi bentuk hadis tersebut sebenarnya adalah bahwa si rawi meriwayatkan suatu hadis dari gurunya yang tsiqah, guru yang tsiqah ini meriwayatkan dari guru yang dla'if, dari rawi tsiqah yang kedua.Kedua rawi tsiqah tersebut saling b ertemu satu sama lain. Kemudian si mudallis mendatang hadis dari rawi tsiqah yang pertama, lalu dia gugurkan rawi yang dla'if pada sanadnya, sehingga sanadnya menjadi dari rawi tsiqah yang pertama dari rawi tsiqah tang kedua dengan menggunakan lafadz yang mengandung penegrtian seluruh rawinya tsiqah. Di antara perawi yang sering melakukannya adalah al-Walid bin Muslim. (Lihat penjelasan Mahmud Thahan dalam "Ilmu Hadis Praktis" hal. 97-98, Pustaka Thariqul Izah, Bogor, 2005.