Asy-Sya’bi berkata: Tatkala Masruq menerima Hadis dari ’Aisyah, ia berkata: telah menceritakan kepadaku sebuah hadis dari seorang yang jujur anaknya orang yang jujur, kekasihnya kekasih Allah Ta’ala yang tercipta dari atas langit tujuh.
Abu Adh-Dhuha menerima cerita dari Masruq: Aku melihat seorang guru perempuan shahabat Muhammad yang besar, kami bertanya kepadanya tentang Faraidh.
Telah berkata Abu Burdah bin Abi Musa dari ayahnya: Ada sesuatu yang sulit difahami bagi kami shahabat-shahabat Muhammad SAW tentang urusan seekor kucing, lalum kami bertanya tentang kucing tersebut kepada ’Aisyah dan ternyata kami mendapatkan pengetahuan tentang kucing tersebut dari ’Aisyah.
Diriwayatkan dari Qubaishah bin Dzuwaib, ia berkata: ’Urwah berselisih dengan kami tentang pembagian harta pusaka, lalu ia masuk menghadap kepada ’Aisyah untuk menanyakan tentang faraidh tersebut dan ternyata ’Aisyah adalah orang yang lebih tahu di antara manusia lainnya tentang masalah itu.
Telah berkata Hisyam bin ’Urwah dari ayahnya: Aku tidak melihat orang yang lebih tahu dari pada ’Aisyah tentang fiqih.
Atha bin Abi Rabah berkata: ’Aisyah itu adalah se-faqih-faqihnya manusia, dan sebaik-baik manusia dalam meriwayatkan hadis.
Az-Zuhri berkata: Jika seluruh ilmu ’Aisyah dibandingkan dengan ilmu semua istri Nabi SAW dan semua perempuan niscaya ilmu ’Aisyah lebih utama.
Telah berkata Abu ’Utsman An-Nahdi dari ’Amr bin Al-‚Ash: Aku bertanya kepada Rasulullah SAW; manusia mana yang paling kamu cintai? Rasul SAW menjawab: ’Aisyah. Aku bertanya lagi: Lalu kalau laki-laki siapa?. Rasul SAW menjawab: Ayahnya.
Telah berkata Abu Musa Al-Asy’ari dari nabi SAW: Keutamaan ’Aisyah atas perempuan-perempuan lainnya seperti keutamaan Ats-Tsarid (roti yang diremukkan dan direndam dalam kuah) atas seluruh makanan.[30]
Melihat komentar-komentar di atas bukan hal aneh apabila ‘Aisyah mencapai tingkat yang teramat tinggi dalam bidang ilmu dan kecerdasan, menjadi rujukan pokok dalam bidang hadis dan sunnah, dan menjadi acuan kaum muslimin dalam menyempurnakan urusan agama. ‘Aisyah memasuki Madrasah Nabawiyah ketika berumur 9 tahun dan hidup bersama beliau selama 9 tahun pula. Ketika Rasulullah SAW wafat, usia ‘Aisyah masih relative muda. Setelah ia tamat dari pangkuan Madrasah Nabawiyah, ia menjadi pemuka agama pada zamannya, menjadi menara dan pelita penerang jalan bagi umat manusia dalam urusan agama, menjadi rujukan dalam berbagai bidang ilmu, menjadi pemuka para pakar fiqih dan pakar hadis, menjadi orang alim yang banyak ilmu dan perawi hadis yang terkemuka.[31]
‘Aisyah adalah istri Rasulullah SAW yang dijuluki Ummul Mukminin dan perempuan muslimah yang paling fakih dan yang paling mengetahui agama dan akhlak. Ia juga merupakan perempuan yang paling dicintai Rasulullah SAW dan yang paling banyk meriwayatkan hadis. Sedangkan istri-istri Rasulullah SAW yang lainnya, dijuluki Ummu Mukminin karena firman Allah surat Al-Ahzab ayat 6 :[32]
اَلنَّبِي اَوْلىَ بِالمُؤْمِنِيْنَ مِنْ اِنْفُسِهِمْ وَاَزْوَاجُهُ اُمَّهَاتُهُمْ. (الأحزاب (33): 6)
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari pada diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu mereka”.
[30] Ibnu Hajar, Ibid., hal. 489, Jilid 10.
[31] Lihat Aba Firdaus Al-Halwani, Wanita-wanita Pendamping Rasulullah, hal. 235, Cet. I, Al-Mahalli Press, Yogyakarta, 1996.
[32] Lihat Ibrahim Rabi’ Muhammad, Ensiklopedi Perdana dalam Islam, hal. 58, Cet. I, Dar Ulum, Mesir, 2004.