Wacana takhrij hadis belum banyak diminati oleh peneliti, namun secara khusus hanya diminati oleh orang-orang yang fokus dan memiliki perhatian terhadap hadis yang sangat intensif dalam pengkajian terhadap hadis dan ruang lingkupnya. Faktor-faktor penyebabnya yang mempengaruhi Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq [1], yaitu, belajar teori hadis lebih sulit daripada belajar al-Qur’an, alasannya sebagian hadis yang tersebar di beberapa kitab asli dengan kuantitas dan kualitas yang beragam. Untuk mendeteksi keadaan dan contoh, seorang peneliti harus melakukan penyelidikan secara manual [2] atau secara digital [3] terhadap hadis yang diteliti dengan melakukan trianggulasi sanad dan matan dari beberapa kitab asli hadis, dieliti; (1) Kitab Shahih [4],al-Kutub al-Tis’ah ), dan dalam ilmu takhrij istilah trianggulasi disebut dengan istilah i’tibar al-sanad wa i’tibar al-matan fi al-hadis .
Kitab Shahih yaitu kitab yang disusun berdasarkan hadis-hadis yang shahih saja dan sistematikya Berbagi cara membagi menjadi beberapa Kitab dan tiap-tiap kitab dibagi menjadi beberapa Bab. Kitab Sunan yaitu kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fiqih. Penamaan al-Muwatha ‘menurut M.Abdurrahman yang dikutip dari Abu Zahwu, bahwa nama al-Muwatha’ adalah orisinilitas berasal dari Imam Malik sendiri. Tapi ada juga yang lain; (1) Sebelum kitab al-Muwatha ‘disebarluaskan Imam Malik telah menyodorkan karyanya ini dihadapan 70 orang ulama Fiqh Madinah dan mereka menyepakatinya. (2) Karena kitab al-Muwatha ‘memudahkan khalayak Islam dalam memilih dan menjadi pegangan dalam beraktivitas dan beragama, dan (3) Karena kitab al-Muwatha’ merupakan penyempurnaan kitab-kitab fiqh sebelumnya.
Dalam mencari validitas data penelitian bahkan dalam pengambilan keputusan trianggulasi layak dilakukan, begitu juga dalam penelitian hadis. Dengan mengetahui sanad dari beberapa riwayat akan mudah dianalisa keadaan sanadnya secara kuantitas (kajian kuantitas sanad hadis), dengan menggunakan kitab bantu diecahan: kitab kamus hadis yaitu al-mu’jam al-mufahra li al-fadz al-hadis an-nabawiy , yang di dalamnya terdapat rumus-simbol atau simbol yang menandakan orang yang menanyakan tema dan nomor bab atau nomor hadisnya.
Penjelasan rumus-rumus dalam menggunakan kitab Mu’jam Al-Mufahras li Alfadz Al-Hadits Al-Nabawi dapat dilihat pada contoh yang disajikan oleh Mahmud Thahan dalam bukunya “Ushul Al-Takhrij wa Dirasah Al-Asanid[8]” sebagai berikut :
No. | Contoh Rumus | Keterangan |
1 | ت أدب 15 | Terdapat pada bab 15 dari kitab Adab dalam Sunan Al-Tirmidzi |
2 | جه تجارة 31 | Terdapat pada bab 31 dari kitab Tijarah dalam Sunan Ibnu Majah |
3 | حم 4, 175 | Terdapat pada halaman 175 jilid 4 dalam Musnad Ahmad bin Hanbal |
4 | خ شركة 3, 16 | Terdapat pada bab 3 dan 16 dari kitab Syirkah dalam Shahih Al-Bukhari |
5 | د طهارة 72 | Terdapat pada bab 72 dari kitab Thaharah dalam Sunan Abu Daud |
6 | دي صلاة 79 | Terdapat pada bab 79 dari kitab Shalat dalam Sunan Ad-Darimi |
7 | ط صفة النبي 3 | Terdapat pada Hadis nomor 3 dari kitab Shifat An-Nabi dalam Muwatha’ Malik |
8 | م فضائل الصحابة 165 | Terdapat pada Hadis nomor 165 dari kitab Fadla’il Ash-Shahabah dalam Shahih Muslim |
9 | ن صيام 78 | Terdapat pada bab 78 dari kitab Shiyam dalam Sunan An-Nasa’i |
Selanjutnya rumus-rumus tersebut dibuktikan dengan menelusuri Kitab-kitab asli hadis misalnya al-kutub al-tis’ah, kemudian hadis-hadis yang sudah ditemukan dinukil dan dikumpulkan selanjutnya dibuat skema sanad yang dapat menggambarkan jumlah para perawi dari setiap generasi, dengan demikian skema sanad tersebut dapat dianalisa menggunakan teori pembagian hadis dari segi kuantitas, apakah termasuk kategori hadis mutawatir atau ahad, semua itu tergantung data yang ditemukan dari hasil penelusuran tersebut.
Penelitian hadis selanjutnya bisa dilakukan dengan melihat kualitas sanadnya dengan menggunakan kitab bantu yaitu kitab rijal hadis, yang di dalamnya terdapat biografi para perawi hadis, di antaranya kitab Tahdzib al-Tahdzib dan Taqrib al-Tahdzib karya Ibnu Hajar al-‘Asqalani. Kemudian setelah ditemukan seluruh biografi para perawi yang termaktub dalam skema sanad, baru dapat dianalisa sesuai dengan teori hadis dilihat dari segi kualitas, yaitu melihat ketersambungan sanad, kedlabitan dan keadilan perawi, dan bisa juga melaihat kecacatan para perawinya jika ditemukan pendapat yang mentajrih (menilai cacat terhadap rawi hadis).
Sampai disini penelitian belum bisa dikatakan selesai karena masih banyak kitab-kitab bantu yang bisa digunakan untuk melakukan pendalaman kajian hadis dalam penelitian. Oleh karenanya dalam penelitian hadis diperlukan kemauan yang besar, ketelatenan dan ketelitian sebab rasa bosan dan jenuh bisa saja merasuki para peneliti ketika melakukan penelitian hadis tetapi bagi yang sudah terbiasa hal ini merupakan suatu hal yang mengasyikkan, bahkan menjadi sebuah keterampilan tersendiri bagi yang melakukannya, dan satu hal lagi yang lebih penting yaitu merupakan pendalaman keilmuan hadis bagi yang melakukan kegiatan takhrij hadis tersebut. Oleh karena itu untuk mengkaji sanad dan matan hadis bisa dilakukan secara bertahap dan secara simultan sesuai dengan kebutuhan ketika melakukan penelusuran terhadap hadis dalam rangka ingin mengkaji dan meneliti secara mendalam.