Bolehnya Wanita Menghajikan Orang Lain


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ – رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا – قَالَ كَانَ الْفَضْلُ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَجَاءَتِ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ ، فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ ، وَجَعَلَ النَّبِىُّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الآخَرِ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِى الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِى شَيْخًا كَبِيرًا ، لاَ يَثْبُتُ عَلَى الرَّاحِلَةِ ، أَفَأَحُجُّ عَنْهُ  قَالَ:

« نَعَمْ » .

وَذَلِكَ فِى حَجَّةِ الْوَدَاعِ

Artinya :

Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, “Suatu saat Al-Fadhal membonceng di belakang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu datang seorang wanita dari suku Khasy’am yang membuat Al Fadhal memandang kepada wanita tersebut. Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memalingkan wajah Al Fadhal ke arah yang lain. Wanita itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban dari Allah untuk berhajji bagi hamba-hamba-Nya datang saat bapakku sudah tua renta dan dia tidak akan kuat menempuh perjalanannya. Apakah aku boleh menghajjikan atas namanya?’. Beliau menjawab :

“Boleh”.

Peristiwa ini terjadi ketika hajji wada’ (perpisahan).

Penjelasan :

Hadits ini terdapat dalam Shahih Bukhari, bab al-Hajj, no. 1442, Shahih Muslim, bab al-Hajj, no. 1334, dan Sunan an-Nasa’i, bab al-Hajj, no. 2636.

Al-Fadhal adalah sahabat Ibnul Abbas bin Abdul Muthallib.

Kandungan hadits :

  • Bolehnya menghajikan orang lain.
  • Bolehnya seorang wanita menghajikan seorang laki-laki.
  • Bolehnya menghajikan laki-laki yang lemah atau wanita yang lemah.
  • Memalingkan pandangan dari segala yang tidak halal dilihat.