عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ ذَبَحَ النَّبِىُّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَوْمَ الذَّبْحِ كَبْشَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ مُوجَأَيْنِ فَلَمَّا وَجَّهَهُمَا قَالَ:
« إِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ عَلَى مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ بِاسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ ».
ثُمَّ ذَبَحَ.
Artinya :
Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallhu Anhu, ia berkata; Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pada hari Kurban menyembelih dua domba yang bertanduk dan berwarna abu-abu yang terkebiri. Kemudian tatkala beliau telah menghadapkan keduanya beliau mengucapkan:
“Innii Wajjahtu Wajhiya Lilladzii Fatharas Samaawaati Wal Ardha ‘Alaa Millati Ibraahiima Haniifan Wa Maa Ana Minal Musyrikiin, Inna Shalaatii Wa Nusukii Wa Mahyaaya Wa Mamaatii Lillaahi Rabbil ‘Aalamiin, Laa Syariika Lahu Wa Bidzaalika Umirtu Wa Ana Minal Muslimiin. Allaahumma Minka Wa Laka Wa ‘An Muhammadin Wa Ummatihi. Bismillaahi Wallahu Akbar” (Sesungguhnya aku telah menghadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi di atas agama Ibrahim dengan lurus, dan aku bukan termsuk orang-orang yang berbuat syirik. Sesungguhnya shalatku, dan sembelihanku serta hidup dan matiku adalah untuk Allah Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu bagi-Nya, dengan itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Ya Allah, ini berasal dari-Mu dan untuk-Mu, dari Muhammad dan ummatnya. Dengan Nama Allah, dan Allah Maha Besar).”
Penjelasan :
Hadits ini terdapat dalam Sunan Abu Dawud, bab adh-Dhahaya, no. 2795, dan Sunan Ibnu Majah, no. 3121.
Makna kosa kata :
- Al-Almah : berwarna abu-abu.
- Muja`ain : terkebiri
Kandungan hadits :
Disyariatkannya berkurban bagi seorang muslim yang sudah baligh, baik laki-laki maupun perempuan. Hewan kurban harus terhindar dari cacat. Dalam ritual berkurban mengandung pengagungan kepada Allah, seorang yang berkurban hendaknya menyaksikan penyembelihannya, dan si pekurban diampuni dosanya pada tetesan darah yang pertama. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan tentang beberapa hal yang menjadikan hewan tidak boleh dikurbankan. Sabda beliau, “Empat jenis yang tidak bisa dijadikan hewan kurban; hewan yang matanya buta sebelah dan kebutaannya itu nampak jelas, hewan yang jelas-jelas sakit, yang jelas-jelas pincangnya dan yang patah sumsumnya.” lihat Ibnu Majah, no. 2802.