عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِيْ بَكْرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِىِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فَقَالَتْ إِنَّ لِى ضَرَّةً فَهَلْ عَلَىَّ جُنَاحٌ أَنْ أَتَشَبَّعَ مِنْ مَالِ زَوْجِى بِمَا لَمْ يُعْطِنِى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-
« الْمُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ كَلاَبِسِ ثَوْبَىْ زُورٍ ».
Artinya:
Dari Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anha bahwa, Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata; ‘Aku mempunyai madu (isteri suaminya yang lain). Berdosakah kalau aku menampak-nampakkan kepuasan diri dengan harta suamiku yang sebenarnya tidak diberikan kepadaku? ‘ Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Orang yang menampak-nampakkan kepuasan dengan apa yang tidak diberikan suaminya, sama dengan memakai dua helai baju palsu (penuh dosa).”
Penjelasan :
Hadits ini terdapat dalam Shahih Bukhari, bab al-Libas, dan az-Zinah, no. 130.
Kandungan hadits :
Seorang wanita dilarang membelanjakan harta suaminya tanpa seizinnya kecuali untuk keperluan darurat dan sebatas kebutuhan. Siapa yang melakukan perbuatan itu berarti ia telah melakukan dosa besar.