عَنِ ابْنِ عُمَرَ – رَضِىَ اللهُ عَنْهُما – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – نَهَى عَنِ الشِّغَار، وَالشِّغَارُ أَنْ يُزَوِّجَ الرَّجُلُ ابْنَتَهُ عَلَى أَنْ يُزَوِّجَهُ الآخَرُ ابْنَتَهُ ، لَيْسَ بَيْنَهُمَا صَدَاقٌ
Artinya :
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma, bahwasanya; Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang Asy-Syighar. Asy-Syighar adalah sesorang menikahkan anak perempuannya kepada orang lain agar orang lain tersebut juga mau menikahkan anak perempuannya dengannya, sedangkan diantara keduanya tidak ada mahar.
Penjelasan :
Hadits ini terdapat dalam Shahih Bukhari, bab an-Nikah, no. 4822; dan Shahih Muslim, bab an-Nikah, no. 1415.
Kata Syighar diambil dari kata syughr al-makan apabila kosong. Dalam hal ini maksudnya adalah tanpa mahar. Para ahli fikih mendefinisikannya dengan pernikahan yang didasarkan pada janji atau kesepakatan penukaran dengan menjadikan dua orang perempuan sebagai mahar masing-masing. Meski akad seperti ini batil, pernikahan seperti telah menyebar di berbagai tempat, di antaranya adalah di pedalaman. Nikah ini bisa menyebabkan bencana keluarga ketika terjadi perselihan dengan istri di antara keduanya, kemudian berpindah ke yang lain, dan kebanyakan berakhir dengan perceraian dan si anak tidak terawat dan terdidik.